Kabag Umum Setda Pemkab Lingga Kepri dan Rekannya jadi Tersangka Kasus Korupsi Belanja BBM
Kejaksaan Negeri (Kejari) Lingga, Kepri, menggelar konferensi pers kasus korupsi belanja BBM Pemkab Lingga tahun anggaran 2022 di kantornya, Rabu (13/9/2023). (ANTARA/HO-Humas Kejari Lingga)

Bagikan:

RIAU - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) menetapkan dua aparatur sipil negara(ASN) sebagai tersangka korupsi kegiatan belanja bahan bakar minyak (BBM) transportasi laut dan sungai tahun anggaran 2022.

“Kedua orang ASN ini kami tingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus korupsi ini,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lingga, Rizal Edison dalam keterangan di kantornya, Antara, Rabu, 13 September. 

Kedua tersangka, berinisial AWB sebagai Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Kabupaten Lingga yang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Kemudian, tersangka berinisial H selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) belanja kegiatan belanja BBM transportasi laut dan sungai pada APBD Pemerintah Kabupaten Lingga tahun anggaran 2022.

“AWB dan H ini masih aktif menjabat ASN di Pemkab Lingga,” kata Rizal.

Rizal mengungkapkan kronologis kejadian berawal ketika Pemerintah Kabupaten Lingga melalui Bagian Umum Sekretariat melaksanakan kegiatan pengadaan BBM transportasi laut dan sungai dari anggaran APBD Kabupaten Lingga 2022 sebesar Rp3,1 miliar.

Alokasi anggaran itu bersumber dari APBD Murni sebesar Rp900 juta dan pada APBD Perubahan sebesar Rp2,2 miliar.

Tersangka AWB sendiri  ditetapkan sebagai KPA kegiatan sejak 30 Desember 2021 dan selanjutnya pada bulan Januari hingga April 2022 menetapkan Agt sebagai PPTK. Namun, pada Mei sampai Desember 2022, PPTK digantikan dengan tersangka H.

Dalam pelaksanaannya, pada awal tahun 2022 KPA telah menetapkan sub penyalur BBM, yaitu Kios BBM Dua Bersaudara berdomisili di Daik, Kios BBM Anugrah Jaya berdomisili di Penuba dan Kios BBM Berkat berdomisili di Dabo.

Sebagai bentuk kerja sama, KPA dan masing-masing sub penyalur BBM melakukan penandatanganan surat perjanjian kerja sama.

Selanjutnya KPA, PPTK dan masing-masing sub penyalur menyepakati BBM tidak perlu disalurkan oleh masing-masing pihak sub penyalur, melainkan bilamana adanya pembayaran dari bagian umum berdasarkan nilai yang ditetapkan di Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

“Maka uang yang telah ditransfer dan telah diterima di rekening masing-masing sub penyalur dikeluarkan kembali dan diserahkan kepada KPA,” ujarnya.

Adapun dalam kegiatan itu, lanjut Rizal, ternyata untuk kegiatan dengan Kios BBM Dua Bersaudara dan Kios BBM Anugrah Jaya sebagian melaksanakan dan sebagian lagi tidak dilaksanakan alias fiktif.

Sedangkan untuk kegiatan bersama kios BBM Berkat seluruhnya tidak dilaksanakan alias fiktif, tapi dananya dikeluarkan atau dibayarkan.

Dalam kegiatan ini, lanjut Rizal, tersangka Awb sebagai KPA mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP) dan surat perintah membayar (SPM) ke bendahara Setda Lingga dengan menggunakan data-data pertanggungjawaban diperoleh dari PPTK yang telah dipalsukan.

“Selanjutnya data itu diajukan ke BUD Kabupaten Lingga untuk menerbitkan SP2D,” jelas Kajari.

Setelah SP2D ditetapkan dan dilakukan transfer pembayaran kepada rekening penerima masing-masing sub penyalur BBM, tersangka H selaku PPTK memberitahukan kepada masing-masing sub penyalur agar uang yang ditransfer ke rekening mereka diserahkan kepadanya selaku PPTK.

“Kemudian tersangka H selaku PPTK, menyerahkan dana dari rekaman itu kepada KPA untuk keperluan pribadinya,” ujar Rizal.

Lalu pada Oktober 2022, tersangka Awb selalu KPA ini, Kya memerintahkan tersangka H untuk mencari dana dengan cara kerja sama dengan pihak yang dapat membantu keperluan mereka, sehingga didapatkan pihak PT. Mitra Selayang Indonesia yang berdomisili di Kota Batam.

Dalam kegiatan belanja BBM dengan PT.Mitra Selayang ini, juga menggunakan bukti dan data palsu lalu uangnya tersebut ditransfer ke pihak PT. Mitra Selayang Indonesia dan diambil lagi untuk KPA melalui PPTK dan menjadi keuntungan PT. Mitra Selayang Indonesia sebesar 10 persen dari nilai yang diperoleh.

Perbuatan tersangka Awb selaku KPA dan H selaku PPTK, bertentangan dengan nilai kepatutan dalam mengelola keuangan daerah hal tersebut tidak sesuai Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Laporan Audit dari Auditor Kejaksaan Tinggi Kepri, juga menyatakan keuangan Kerugian Negara dari korupsi ini mencapai Rp2 miliar,” ungkap Rizal.

Atas perbuatannya, tersangka Awb dan H dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 9 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 K.U.H.P jo pasal 64 ayat (1) K.U.H.P.

"Untuk proses penyidikan dan penuntutan, kedua tersangka kami lakukan penahanan selama 20 hari di Rutan, setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan kesehatan yang menyatakan keduanya dalam kondisi sehat,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Kejari Lingga, pihaknya juga menerima pengembalian dana kerugian Keuangan Negara Cq Keuangan Daerah sebesar Rp155 juta uang diperoleh dari masing-masing sub penyalur BBM di Lingga.