BOGOR - Polres Bogor masih mendalami motif dari kasus penembakan Brigadir Polisi Dua Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20), meski polisi setempat sudah menggelar rekonstruksi.
"Kami masih dalami untuk motivasi, yang pasti kami hukum pidana adalah hukum materiil," kata Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Yohanes Redhoi Sigiro dilansir ANTARA, Selasa, 8 Agustus.
Kepolisian ditegaskan lebih mengutamakan pada pembuktian peristiwa pidana tersebut, caranya yaitu melalui rekonstruksi untuk memperjelas materiil maupun peristiwa pidana yang terjadi.
Mengenai ada atau tidaknya unsur kesengajaan, menurut dia akan dibuktikan di persidangan.
"Namun di dalam fakta-fakta penyidikan hingga saat ini berdasarkan keterangan saksi juga tersangka, juga rekonstruksi, sampai saat ini kami belum menemukan permasalahan antara tersangka dan korban," ungkapnya.
Sigiro memastikan Polres Bogor masih dipercaya untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut.
"Kami rasa sampai saat ini insyaallah kami amanah dan akan melaksanakan penyidikan ini secara profesional berdasarkan SCI atau secara ilmiah, tidak berdasarkan asumsi," ujar Sigiro.
Polres Bogor melakukan rekonstruksi sebanyak 75 adegan kasus penembakan Bripda IDF di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sigiro, menjelaskan bahwa proses rekonstruksi yang dilakukan secara tertutup pada Senin (7/8) siang hingga malam hari itu diperagakan oleh dua tersangka, Bripda IMS dan Bripka IG.
"Ada dua tersangka yang hadir dan tidak digantikan. Kemudian juga saksi-saksi asli, tidak ada yang diperankan oleh peran pengganti. Hanya korban yang memang diperankan oleh peran pengganti," ungkap Sigiro.
Menurut dia, 75 adegan itu diperagakan secara rinci, mulai dari menuangkan minuman yang ditenggak secara bergilir, hingga tersangka yang hendak melarikan diri dari Rusun usai penembakan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Bripda IDF tewas tertembak senjata api rakitan ilegal pada Minggu (23/7) di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dua anggota Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri ditetapkan sebagai tersangka, yakni Bripda IMS dan Bripka IG. Keduanya dinyatakan melanggar kode etik kategori pelanggaran berat serta tindak pidana Pasal 338.
Bripda IMS dikenakan Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951. Sedangkan untuk tersangka Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Keduanya terancam pidana hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.