Bagikan:

NTB - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menahan AD dan ZF, dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) pada Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram.

Penahanan terhadap kedua tersangka berlangsung sekitar pukul 13.00 WITA, Selasa 8 Agustus. Giat penahanan tersebut turut disaksikan kuasa hukum kedua tersangka.

"Iya, benar. Penyidik melakukan penahanan terhadap kedua tersangka di Rutan Polda NTB," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Arman Asmara Syarifuddin melalui sambungan telepon, Selasa 8 Agustus, disitat Antara.

Dalam perkara yang berjalan pada 2017 ini, tersangka AD diketahui berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) alias Direktur Poltekkes Mataram dan ZF sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) alias sebagai Ketua Jurusan (Kajur) Keperawatan pada Poltekkes Mataram.

Penyidik yang mengusut kasus ini mendapatkan nilai kerugian negara Rp3,2 miliar. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Berkas perkara milik tersangka AD dan ZF saat ini juga telah P21 atau lengkap.

Dengan status penanganan demikian, kini penyidik tinggal melakukan tahap dua pelimpahan kedua tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.

Adapun dalam kasus ini, pengadaan ABBM yang bersumber dari APBN tahun 2017 ini disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar.

Pembelian barang ABBM dilakukan melalui e-katalog. Namun, ada yang secara langsung melalui sistem tender yang dimenangi tujuh perusahaan penyedia dengan melibatkan 11 distributor.

Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.

Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.

Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram, tetapi ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Penyidik pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, Itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP.