Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menganggap lelang proyek pengadaan Base Transceiver Station (BTS) 4G layaknya vicious circle atau lingkaran setan. Sebab, tak ada perbedaan signifikan atau persaingan antar perusahaan perseta lelang setiap paketnya.

Anggapan itu bermula saat Hakim Ketua Fahzal Henri mencecar saksi Gumala Warman selaku Kadiv Pengadaan dan Sistem Informasi Direktorat Sumberdaya Administrasi BAKTI sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Penyedia soal mekanisme lelang proyek BTS 4G.

"Yang ikut tender, pelelangan adalah 3 konsorsium?" tanya hakim Fahzal dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 3 Agsutus.

"Betul Yang Mulai, untuk 3 paket," jawab Gumala.

Lantas, Gumala menyebut untuk paket 1 dan 2 dimenangkan oleh konsorsium FiberHome, PT Telkominfra, dan PT Multi Trans Data (PT MTD).

Belakangan diketahui Telkom Infra merupakan anak usaha induk (subholding) milik PT Telkom Indonesia (Telkom Group) yang bergerak khusus di bidang jasa infrastruktur.

"Ngga ada saingannya, Pak? Nggak ada persaingan yang lain?" tanya hakim.

"Untuk paket 1 dan 2 ada, Yang Mulia," kata Gumala.

"Siapa pesaingnya?" cecar hakim.

"Kemitraan Lintasarta, Huawei, ZTE," kata Gumala.

Saat mendengar pernyataan itulah, Hakim Fahzal menyebut bila proses lelang itu layaknya lingkaran setan.

"Ya itu-itu juga kan! Mutar-mutar di situ saja, vicious circle, lingkaran setan! Itu juga, nanti ujung-ujungnya, saudara tender itu juga pemenangnya. Benar nggak tuh? Ada yang tidak lolos dari tiga konsorsium itu tadi tender walaupun berbeda paket?" tanya hakim.

"Ada tadi di tiap paket, Yang Mulia, maksudnya paket 1," jawab Gumala.

"Iya, maksudnya paket 1, 2, 3, 4, paket 5 ya?" tanya hakim menegaskan.

"Iya," sebut Gumla.

Kemudian, Hakim Fahzal kembali mencecar mengenai tak adanya persaingan untuk mendapatkan proyek dalam proses lelang. Gumala pun langsung mengamininya.

"Yang saya tanya, gampang, simpel, tidak ada persaingan sebetulnya, Pak. Ujung-ujungnya mereka juga yang menang! Benar?" tanya hakim.

"Betul, Yang Mulia, karena yang lulus prakualifikasi itu memang hanya tiga konsorsium itu tadi," kata Gumala.

Mendengar keterangan itu, Hakim Ketua Fahzal lantas mengibatkan proses lelang itu layaknya arisan. Sebab, setiap perusahaan hanya tinggal menunggu jatah kemenangan untuk mendapatkan proyek.

"Apa yang mau ditenderkan kalau begitu? Cukup saja bagi-bagi jatah, kamu paket ini, kamu paket itu, kamu paket itu, kan begitu, Pak. Nggak ada saingannya. Kalau tender itu kan harus ada pesaing, ada yang kalah tender, ada yang kalah tender di sini?" tanya hakim.

"Tadi, Yang Mulia, kemitraan Huawei kalah tender di paket 1 dan 2," kata Gumala.

"Di paket lain dia dapat?" timpal hakim.

"Di paket 3 dia menang," jawab Gumala.

"Heee! Itu main-main namanya tuh, itu main-main itu, ndak tender yang kayak begitu, Pak. Tender tuh harus ada saingannya, ada yang kalah, ada yang menang walaupun ini dibagi sekian paket. Tetapi setelah dilakukan tender, sama aja dengan pembagian jatah, arisan itu. Kamu paket 1, paket 2 ya, ini paket 3, paket 4, gitu, Pak. Sehingga yang saudara loloskan, tiga konsorsium itu, dia yang melaksanakan, berbeda paket, sampai paket 5. Benar nggak tuh?" tanya hakim yang langsung diamini Gumala.