JAKARTA - Amerika Serikat dan sekutunya perlu mempercepat pengiriman senjata ke Taiwan dalam beberapa tahun mendatang, untuk membantu pulau itu mempertahankan diri, kata jenderal tertinggi AS pada Hari Jumat.
Amerika Serikat adalah pemasok senjata paling penting bagi Taiwan. Sementara, Beijing telah berulang kali menuntut agar penjualan senjata AS ke Taiwan dihentikan, menganggapnya sebagai dukungan yang tidak beralasan.
"Kecepatan kami, Amerika Serikat, atau negara lain membantu Taiwan dalam meningkatkan kemampuan pertahanan mereka, saya pikir mungkin perlu dipercepat di tahun-tahun mendatang," kata Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark A. Milley, ketua Kepala Staf Gabungan kepada wartawan saat berkunjung ke Tokyo, Jepang, melansir Reuters 14 Juli.
Lebih lanjut Jenderal Milley mengatakan, Taiwan membutuhkan persenjataan seperti sistem pertahanan udara dan persenjataan yang dapat menargetkan kapal dari darat.
"Saya pikir penting bagi militer Taiwan dan kemampuan pertahanan mereka untuk ditingkatkan," jelasnya.
Sementara itu, Taiwan sejak tahun lalu mengeluhkan penundaan pengiriman senjata AS, seperti rudal anti-pesawat Stinger, karena produsen mengalihkan pasokan ke Ukraina yang sedang bertempur melawan pasukan Rusia. Masalah ini telah menjadi perhatian beberapa anggota parlemen AS.
Sebelumnya, Taiwan mengatakan belanja pertahanannya tahun ini akan fokus pada persiapan senjata dan peralatan untuk "blokade total" oleh China, termasuk suku cadang untuk pesawat tempur F-16 dan pengisian ulang senjata.
Dalam beberapa hari terakhir, militer China telah berlatih operasi pasukan gabungan di laut, menjelang latihan perang tahunan Taiwan pada akhir bulan ini, yang akan mensimulasikan pemecahan blokade Beijing.
Jenderal Milley mengatakan, hubungan antara Amerika Serikat dan China berada pada "titik yang sangat rendah" dan pertemuan diplomatik baru-baru ini, termasuk antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan diplomat tinggi Cina Wang Yi, penting untuk mengurangi kemungkinan eskalasi.
BACA JUGA:
Ditambahkan olehnya, Amerika Serikat sedang mempertimbangkan apakah perlu mengubah lokasi penempatan beberapa pasukannya di Asia Pasifik.
Diketahui, Mayoritas pasukan AS di kawasan ini berada di Asia Timur Laut, termasuk 28.500 tentara di Korea Selatan dan 56.000 tentara di Jepang.
"Kami secara serius melihat opsi-opsi pangkalan alternatif yang potensial," pungkas Jenderal Milley.