Bagikan:

JAKARTA - Wakapolri Komjen Agus Andrianto angkat bicara mengenai informasi yang menyebut ada penyampaian penyebab tewasnya Bripda Igantius Dwi Frisco Sirage (IDF) kepada keluarga bukan karena tertembak melainkan sakit keras.

Menurutnya, penyampaian informasi itu kemungkinan untuk menjaga perasaan orang tua Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage.

"Ya kalo misalnya langsung dikasih informasi bahwa putranya meninggal pasti akan menimbulkan pertanyaan. Karena informasinya sakit ya tentunya dengan harapan jangan sampai syok lah mungkin dengan pertimbangan itu saya rasa," ujar Agus kepada wartawan dikutip Kamis, 3 Agustus.

Dengan pertimbangan itulah, pihak keluarga tak langsung diinformasikan soal kejadian yang sebenarnya. Tetapi, Agus menegaskan dalam penanganan kasus ini tak ada yang ditutup-tutupi.

Pada akhirnya, fakta sebenarnya disampaikan kepada keluarga. Bahkan, penetapan dua oknum Polri sebagai tersangka diumumkan secara terbuka.

"Kalo putranya meninggal begitu kan orang tua manapun akan syok. Jadi dengan informasi sakit kemudian di tengok sudah meninggal," ungkapnya.

"Toh semua tidak ditutup-tutupi ko semua dibuka. Artinya keluarga korban bisa melihat jenazah yang bersangkutan tidak ditutup, dan bebas terbuka," sambung Agus.

Pada kesempatan berbeda, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan sempat membantah dan mengklaim tak pernah menginformasikan pihak keluarga soal penyebab meninggalnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage bukan karena tertembak.

"Tidak ada dari kami yang menyampaikan hal seperti itu," ungkapnya.

Bahkan, soal info sakit keras yang diterima keluarga, Polda Jawa Barat akan mendalaminya.

"Terkait Info yang diterima keluarga bahwa korban alami sakit keras kami dalami lagi," kata Surawan.

Sebelumnya diberitakan, ayah Bripda IDF, Y Pandi menyebut awalnya pihak keluarga tidak menaruh curiga terhadap kematian anaknya. Pihak kepolisian menyebut anaknya menderita penyakit keras. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan.

"Dari bahasa itu saya berpikir, anak saya kan tak pernah sakit, sehat-sehat saja. Kok tiba-tiba ada bilang penyakit keras," ujarnya di kediamannya di Melawi, Rabu 26 Juli malam.

Hal itu membuat keluarga bingung. Sehingga akhirnya keluarga berspekulasi jika Bripda IDF mengalami kecelakaan. Namun, saat itu juga diberitahu jika Bripda IDF sempat dirawat di ruang ICU, yang seharusnya bisa mendapatkan perawatan intensif.

"Tetapi kalau kecelakaan tak mungkinlah sampai di ICU. Paling kalau kecelakaan kan patah kaki, tangan. Itu yang membuat kami curiga sehingga kami tanyakan kondisi anak kami seperti apa dan kenapa dan bagaimana juga tidak diberi penjelasan," ujarnya.

Pandi mengatakan, pihak keluarga baru mengetahui penyebab Bripda IDF tewas setelah diminta datang ke RS Polri. Saat itu, tim inti dari Mabes Polri yang menceritakan kronologis kejadian kematian IDF.

"Itu setelah tim inti dari Mabes dan Densus 88. Tetapi bahasanya itu bukan ditembak. Mereka itu kan mengambil senpi dari tas, tiba-tiba senjata api meledak mengenai korban anak saya. Itu penjelasan dari Mabes dan Densus 88 Antiteror," ungkap Pandi.