JAKARTA - Pegawai Kedeputian Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pimpinan untuk meminta maaf dan mundur dari jabatannya. Tuntutan ini disampaikan merespons polemik operasi tangkap tangan (OTT) Badan SAR Nasional (Basarnas).
Berdasarkan surat elektronik yang tersebar, pegawai kedeputian penindakan menyesalkan pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada Jumat, 28 Juli kemarin usai bertemu dengan rombongan Puspom TNI. Pertemuan terjadi setelah polemik penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri B. C. sebagai tersangka.
"Kami sebagai grassroot di tubuh penindakan KPK sangat prihatin atas pernyataan salah satu Pimpinan KPK yang terkesan menyalahkan petugas atau tim lapangan atas hasil kerja kerasnya yang telah bersusah payah mengorbankan keselamatan diri, waktu, tenaga, dan pikiran," demikian dikutip dari surat tersebut pada Sabtu, 29 Juli.
Tak sampai di sana, mereka juga mempertanyakan alasan Johanis menyebut penyelidik dan penyidik khilaf. "Bukankah penetapan tersangka juga melalui proses yang panjang dan mekanisme ekspos perkara yang dihadiri pimpinan dan berlaku keputusan yang menganut asas kolektif kolegial?"
"Mengapa kami yang bekerja dengan segala upaya dan keselamatan kami jadi taruhan namun kami juga yang menjadi pihak yang disalahkan?" tulis pegawai di surat ini.
Lebih lanjut, surat ini juga menyoroti isu mundurnya Brigjen Asep Guntur dari Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi sekaligus Direktur Penyidikan. Mereka berharap Asep bisa tetap menjabat karena dia tak pernah meminta jabatan ini.
BACA JUGA:
Lagipula, Asep harusnya tak bertanggung jawab sepenuhnya dalam operasi senyap yang berakhir polemik ini. "Terjadi demoralisasi dan mosi tidak percaya dengan kredibilitas dan akuntabilitas Pimpinan KPK yang seakan lepas tangan, cuci tangan, bahkan mengkambinghitamkan bawahan," tegas mereka.
Dengan berbagai kondisi ini, pegawai penindakan minta agar pimpinan komisi antirasuah mau bertemu mereka pada Senin, 31 Juli. Dalam pertemuan itu, mereka ingin beraudiensi sekaligus menyampaikan tuntutan.
Ada tiga tuntutan yang disampaikan:
1. Permohonan maaf dari pimpinan kepada publik, lembaga KPK, dan pegawai KPK;
2. Meralat pernyataan yang telah disampaikan kepada publik dan media; dan
3. Pengunduran diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik, lembaga KPK maupun pegawai KPK.
"Mengingat urgensinya tersebut besar harapan kami untuk pelaksanaannya tidak ditunda dengan alasan apapun," bunyi penutup surat itu.
Puspom TNI sebelumnya menyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.
Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan itu. Katanya, penyelidik dan penyidiknya khilaf.
Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.
Henri diduga meraup fee atau yang disebut dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023 melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.