Bagikan:

JAKARTA - Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto meminta Ketua KPK Firli Bahuri dan empat wakilnya mundur dari jabatannya. Permintaan ini muncul karena operasi tangkap tangan (OTT) Badan SAR Nasional (Basarnas) berujung polemik.

"Kita dan pemberantasan korupsi tengah dinista dan dihina oleh institusi yang justru paling bertanggungjawab dan diamanahi sebagai lembaga pemberantasan korupsi," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin, 31 Juli.

Bambang kemudian menyoroti pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang meminta maaf dan menyebut terjadi kekhilafan dalam operasi senyap. Katanya, banyak argumentasi hukum yang bisa digunakan pimpinan komisi antirasuah daripada menyalahkannya bawahannya giat penindakan itu turut menetapkan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Salah satu aturan yang disebut Bambang adalah UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK dan UU No. 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan.

"Pernyataan Pimpinan KPK Johanis Tanak bahwa OTT dan penetapan tersangka Ketua Basarnas dengan menyatakan adanya kehilafan dan kelupaan dengan menuding kesalahan ada pada tim penyelidik adalah keliru, naif, konyol, absurd dan tidak memiliki landasan argumentasi yang kuat. Begitupun ketika kasus OTT itu dinyatakan diserahkan pada TNI bukan KPK yang menangani," jelasnya.

Dengan berbagai kondisi ini, BW minta agar Pimpinan KPK dinyatakan kesalahan. Bahkan, jika perlu dinyatakan melanggar etik supaya muruah lembaga tak diragukan oleh publik.

"Tindakan Pimpinan KPK seperti diuraikan dijadikan dasar untuk menghukum Pimpinan KPK untuk mengundurkan diri atau diberhentikan. Hal itu dapat dilakukan oleh Presiden RI melalui pemeriksaan awal yang dilakukan Dewan Pengawas KPK yang melibatkan informal leader yang integritasnya tidak diragukan Kembali," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, polemik OTT Basarnas muncul usai Puspom TNI enyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.

Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan itu. Katanya, penyelidik dan penyidiknya khilaf.

Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.

Henri diduga meraup fee atau yang disebut dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023 melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.