Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sejak awal dilibatkan dalam proses operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas). Mereka ikut dalam proses gelar perkara hingga penetapan status para tersangka.

Hal ini disampaikan Firli menanggapi polemik OTT Basarnas yang berujung menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.

"KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait," kata Firli dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Senin, 31 Juli.

Firli bilang pihaknya juga menyerahkan penanganan Henri dan Afri ke TNI. Mereka hanya melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta sebagai penyuap.

Diketahui, dalam konferensi pers KPK terungkap ada tiga orang swasta yang jadi tersangka. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

"Sehingga seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku," tegasnya.

Lebih lanjut, Firli juga mengamini polemik ini adalah tanggung jawab penuh dirinya dan empat pimpinan lainnya. "Seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi," ujarnya.

Senada, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menegaskan proses penetapan tersangka ini diikuti oleh Puspom TNI. "Tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan lima orang sebagai tersangka," tegasnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 29 Juli.

KPK juga tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Henri maupun Afri, kata Alexander. Meski secara substansi sudah cukup bukti tapi TNI yang nantinya bertugas menerbitkan surat tersebut.

Sebelumnya, komisi antirasuah menetapkan Henri yang menjabat sebagai Kabasarnas bersama bawahannya, Afri sebagai tersangka penerima suap. Dia diduga meraup fee yang disebut sebagai dana komando hingga Rp88,3 miliar.

Duit itu dikantonginya pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023. Penerimaannya dilakukan melalui Afri.

Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.