Bagikan:

JAKARTA - Pengunduran diri Brigjen Asep Guntur Rahayu sebagai Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi dan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disoroti eks penyidik KPK Yudi Purnomo. Dia malah heran kenapa bukan Ketua KPK Firli Bahuri dan empat pimpinan lain yang berhenti dari jabatannya.

Keheranan ini muncul setelah Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tim satuan tugas (satgas) yang melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas) dinilai khilaf. Sebab, penindakan itu berujung menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri B. C.

“Walah kenapa bukan Pimpinan KPK,” kata Yudi melalui cuitannya di akun Twitternya yang dikutip Sabtu, 29 Juli.

“Harusnya kalau ada yang salah bukan Kang Asep,” sambungnya.

Yudi menilai kesalahan dalam operasi senyap harusnya jadi tanggung jawab Firli Bahuri, dkk. “OTT itu ada surat perintah pimpinan, ekspose yang menetapkan pimpinan, yang mengumumkan tersangka juga pimpinan,” tegasnya.

Kerja keras tim di lapangan juga dianggap tak dihargai pimpinan komisi antirasuah karena pernyataan Johanis. Padahal, berkaca dari pengalamannya saat bertugas di KPK, pergerakan tim di lapangan biasanya terpantau.

“Mereka kerja keras tapi disalahkan begini,” ujarnya.

Puspom TNI sebelumnya menyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.

Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan itu. Katanya, penyelidik dan penyidiknya khilaf.

Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.

Henri diduga meraup fee atau disebut dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023.

Penerimaan duit itu disebut KPK dilakukan Henri melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Kasus ini bermula saat Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama adalah pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Kedua, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.