Bagikan:

JAKARTA - Komite Palang Merah Internasional berencana memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan Jepang, untuk mempercepat pendeteksian ranjau darat dan amunisi yang sudah tidak terpakai di daerah-daerah yang dilanda perang termasuk, Ukraina, sehingga para pengungsi dapat kembali ke rumah mereka lebih cepat.

Dalam kolaborasi selama tiga tahun dengan seorang ahli Jepang serta raksasa elektronik NEC Corp, Palang Merah telah mengembangkan sebuah sistem yang melibatkan drone dan peralatan dengan kecerdasan buatan, yang dapat meningkatkan kemampuan analisis citranya sendiri dengan mempelajari keadaan di sekelilingnya.

Sistem ini akan sangat berguna di negara-negara seperti Ethiopia dan Ukraina, yang telah mengalami kontaminasi berat dari senjata anti-personil, kata Presiden ICRC Mirjana Spoljaric.

"Dalam satu hari, mesin terbang ini dapat melakukan pekerjaan seekor anjing pelacak dalam enam bulan," kata Erik Tollefsen, kepala unit kontaminasi senjata komite, seperti melansir Kyodo News 27 Juli.

"Sementara seorang penjinak ranjau akan mengidentifikasi ranjau di area seluas sekitar 50 meter persegi dalam satu hari, drone akan dapat melakukannya dalam empat kali penerbangan dan akan melakukan pekerjaan yang sama di area seluas 100.000 meter persegi," urai Tollefsen.

Dikatakan, drone dapat mengambil foto dari beberapa meter di atas tanah dan bahkan menemukan ranjau darat bawah tanah dengan menggunakan kamera inframerah.

Sementara itu, Hideyuki Sawada, seorang profesor fisika terapan di Universitas Waseda yang terlibat dalam pengembangan sistem ini mengatakan, penggunaan teknologi AI akan membantu mendeteksi ranjau darat secara lebih efektif dan cepat, sehingga mengurangi kematian dan cedera akibat ranjau.

"Berkat pengembangan metode Deep Learning, pengenalan gambar dan kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek telah meningkat secara drastis," terang Sawada.

Diketahui, lebih sulit bagi drone untuk mendeteksi ranjau darat di lingkungan perkotaan atau hutan, daripada di ladang terbuka atau padang rumput.

Tetapi Sawada mengatakan, AI belajar lebih banyak dalam situasi seperti itu, kemampuan pendeteksian ranjau daratnya akan berkembang lebih jauh.