Bagikan:

JAKARTA - Presiden Brasil Jair Bolsonaro menunjukkan sikap kontradiktif. Ia yang dikenal antivaksin justru ingin warganya divaksin.

Ini dianggap politis. Bolsonaro dinilai sedang melunakkan sikap setelah dukungan untuknya tumbang akibat gagalnya pemerataan vaksin.

Brasil saat ini tengah menghadapi gelombang COVID-19 kedua yang mengganas. Bolsonaro banyak menuai kritik terkait penanganan pandemi.

Para kritikus menyebut lambannya peluncuran vaksin jadi masalah terbaru dari serentetan panjang tindakan meleset yang dilakukan Bolsonaro. Di bawah kepemimpinan Bolsonaro, COVID-19 menghancurkan Brasil dengan angka kematian tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Namun, pada Kamis, 28 Januari, Bolsonaro berupaya membela pengadaan vaksin oleh pemerintahannya. "Eropa dan sejumlah negara di Amerika Selatan tidak memiliki vaksin," Bolsonaro.

"Dan kami tahu permintaan vaksin tinggi. Kami telah menandatangani kesepakatan, kontrak, sejak September lalu, dengan berbagai perusahaan, dan vaksin kini mulai berdatangan," tambahnya.

"Vaksin akan tiba dan segera disuntikkan pada semua penduduk dalam waktu singkat."

Pernyataan Bolsonaro mencerminkan sikapnya yang lebih lunak dalam beberapa pekan terakhir. Ia mulai merespons banyaknya orang yang geram dengan kegagalannya memvaksin 210 juta warga Brasil.

Sikap Bolsonaro bahwa dirinya tidak mau divaksin apa pun memicu maraknya sentimen antivaksin. Berakhirnya skema bantuan kesejahteraan terkait COVID-19 dan lonjakan infeksi baru COVID-19 yang drastis turut merusak popularitas Bolsonaro.

Brasil sangat bergantung pada pengadaan vaksin asal China, yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech, tetapi juga sedang menunggu pengiriman bahan aktif dari China yang diperlukan untuk memproduksi vaksin AstraZeneca secara domestik. Selain itu, Brasil juga telah menerima dua juta dosis AstraZeneca siap pakai sampai pendistribusian bahan aktif tiba.