Bagikan:

JAKARTA - Dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap 23 Juli, pentingnya menciptakan lingkungan yang aman untuk anak. Pemerintah bersama penegak hukum dan seluruh elemen bangsa memastikan anak-anak di Indonesia terbebas dari segala bentuk kekerasan.

Namun sangat disayangkan, masih banyaknya kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban. Mulai dari bentuk psikis hingga kekerasan fisik termasuk kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Dengan masih adanya temuan kasus yang melibatkan anak sebagai korban, hal tersebut menjelaskan bahwa anak masih berada dalam lingkungan yang tidak aman," ucap Ketua DPR, Puan Maharani, Senin 24 Juli.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kasus kekerasan terhadap anak tercatat ada sebanyak 11.057 kasus pada 2019. Lalu tahun 2020 meningkat 221 kasus sehingga menjadi 11.278 kasus.

Kekerasan pada anal pun meningkat signifikan di tahun 2021 hingga mencapai 14.517 kasus. Bahkan di tahun 2022, angkanya semakin tinggi di mana kekerasan terhadap anak mencapai 16.106 kasus yang menjadi potret di Indonesia saat ini.

“Tren peningkatan kasus kekerasan pada anak ini membuktikan bahwa masih ada yang kurang dalam sistem perlindungan terhadap anak di Indonesia,” jelas Puan.

"Tentunya sistem dari Pemerintah harus didukung peran serta dari keluarga maupun masyarakat itu sendiri karena dukungan dari lingkungan terdekat akan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi anak sehingga anak juga terbebas dari teror-teror kekerasan,” ucap mantan Menko PMK itu.

Dalam penanganan kasus kekerasan seksual pada anak, Puan menilai penegak hukum tidak cukup hanya dengan menggunakan Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam menjerat pelaku. Sebab saat ini Indonesia sudah memiliki UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Kita sekarang sudah memiliki UU TPKS yang lebih dapat melindungi anak dari kasus-kasus kekerasan seksual. Kita ketahui bersama bahwa selain perempuan, anak-anak banyak menjadi korban kekerasan seksual,” tegas Puan.

Puan menambahkan, UU TPKS merupakan UU lex specialist yang dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual.

“Penegak hukum harus berani menggunakan UU TPKS saat menangani kasus kekerasan seksual, termasuk pada anak. Maka sekali lagi kami ingatkan, Pemerintah harus segera menerbitkan aturan teknis sehingga penerapan UU TPKS semakin efektif,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Puan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bergotong royong menciptakan lingkungan yang aman bagi anak. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan bermasyarakat.

“Di peringatan Hari Anak ini, saya mengajak para orang tua, keluarga, guru, tenaga pendidik di luar sekolah, dan seluruh elemen masyarakat lain untuk juga menjaga kesehatan mental anak. Karena kekerasan bukan hanya datang secara fisik, tapi juga psikis,” ungkap Puan.

Puan berharap orang tua memperbanyak literasi mengenai tumbuh kembang anak. Bukan hanya tumbuh kembang fisik, tapi juga dari sisi perkembangan psikis.

“Karena trauma mental yang didapat anak bisa menumbuhkan inner child atau luka batin berkepanjangan yang dapat berdampak terhadap kemajuan anak-anak kita ke depannya,” terang Puan.

Isu mengenai kesehatan mental anak memang selama ini belum banyak menjadi perhatian, padahal sangat penting dalam tumbuh kembang anak sebagai tunas penerus bangsa. Puan pun mendorong Pemerintah bekerja sama dengan stakeholder terkait untuk memperkuat sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai hal ini.

"Perlu diingat, anak-anak yang bahagia dan hidup di lingkungan aman serta sehat akan lebih memiliki kepercayaan diri. Itu menjadi salah satu modal anak bertumbuh menjadi generasi emas seperti yang kita harapkan,” ucapnya.

Puan menyadari, Negara masih memiliki banyak tantangan dalam menciptakan generasi masa depan yang berkualitas. Untuk itu ia menekankan, Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang merupakan RUU Inisiatif DPR sangat diperlukan untuk mendukung perbaikan kualitas anak Indonesia, khususnya dari kalangan kurang mampu.

"Untuk menciptakan generasi unggul, orang tua harus dibantu Pemerintah dalam mengupayakan tumbuh kembang maksimal pada anak. Salah satunya memberikan gizi seimbang bagi anak mulai dari kandungan hingga 1.000 hari pertama setelah melahirkan,” papar Puan.

Puan pun berharap RUU KIA dapat segera terealisasi menjadi UU dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk kalangan industri. Salah satunya dengan memberikan kesempatan bagi ibu bekerja untuk memiliki ruang menjalankan perannya dalam memberikan pengasuhan terbaik bagi anak sambil menjalankan tanggung jawabnya sebagai pekerja.

"Karena ibu bekerja memperkuat kestabilan keuangan keluarga yang memberikan kontribusi bagi kemajuan perekonomian negara dan angka kesejahteraan rakyat," tegas Puan.

Pada peringatan HAN 2023, Puan juga mengingatkan mengenai hak pendidikan bagi anak yang harus diberikan secara merata untuk seluruh anak Indonesia. Sebab menurut data UNICEF, sekitar 4,1 juta anak-anak di Indonesia yang berusia 7-18 tahun tidak mendapat pendidikan atau bersekolah pada tahun 2021.

Angka tersebut masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan tidak ada anak yang tidak bersekolah pada tahun 2030. Oleh karenanya, Puan mendorong Pemerintah didukung oleh seluruh elemen bangsa untuk meningkatkan program pendidikan dan memperluas pendidikan gratis, khususnya bagi anak dari keluarga tidak mampu.

"Semua anak Indonesia harus bisa bersekolah. Tidak boleh ada yang tidak sekolah karena hambatan biaya. Sangat penting bahwa semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mendapatkan pendidikan," katanya.