JAKARTA - Kasus perundungan seorang anak di Tasikmalaya, Jawa Barat yang berujung kematian akibat depresi harus menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap mereka.
Seorang anak usia 11 tahun meninggal dunia akibat depresi. Peringatan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily jelang Hari Anak Nasional (HAN), 23 Juli 2022 besok.
"Kami sangat prihatin atas peristiwa bullying atau perundungan terhadap seorang anak yang berdampak secara psikologis kepadanya sehingga anak itu meninggal," ujar Ace Hasan, Jumat 22 Juli.
Korban berinisial PH warga Singaparna, Tasikmalaya itu mengalami perundungan ekstrem oleh rekan sebayanya. Ia dipaksa mencabuli hewan dan videonya beredar hingga menjadi viral.
Bocah kelas 6 SD tersebut mengalami depresi hingga menyebabkan ia sakit keras dan meninggal dunia. Ace mengatakan kejadian ini sangat mengkhawatirkan.
“Perundungan kepada anak harus dihindari karena pasti akan berdampak pada tumbuh kembang anak ke depannya. Sebaiknya pihak yang terkait seperti Dinas perlindungan anak di daerah harus menelusuri mengapa peristiwa ini bisa terjadi pada seorang anak,” tuturnya.
Ace pun meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) memastikan bagaimana lingkungan sosial korban dan pelaku hingga memungkinkan peristiwa tragis itu sampai terjadi.
"Kasus seperti ini harus dijadikan pelajaran bagi keluarga dan sekolah agar lebih memiliki kewaspadaan dalam memantau perkembangan anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat sekitarnya,” ucap Ace.
Lebih lanjut, Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu mengingatkan agar lembaga perlindungan anak daerah memberi pendampingan kepada keluarga korban. Termasuk, kata Ace, pendampingan kepada sejumlah pelaku yang juga masih anak-anak.
“Apalagi kasus ini sudah masuk ke dalam ranah hukum. Sesuai peraturan, khususnya Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terduga pelaku anak perlu mendapat pendampingan khusus,” terangnya.
Penyebab kematian korban diketahui karena suspect typhoid dan ensefalopati atau peradangan otak akibat komplikasi tifus serta suspect episode depresi atau gangguan kejiwaan yang bisa diakibatkan karena komplikasi demam tifus. DPR berharap masalah ini menjadi evaluasi bagi seluruh pemangku kebijakan untuk memastikan terciptanya ruang aman, nyaman, dan bebas perundungan bagi semua anak Indonesia.
“Sangat ironis di saat menjelang Hari Anak Nasional, peristiwa perundungan seperti ini kerap kali terjadi. Ini harus menjadi perhatian serius berbagai pihak agar peristiwa ini tidak boleh terjadi lagi,” tegas Ace.
Polisi sendiri sudah bergerak menangani kasus perundungan yang menimpa PH. Selain KPAID Tasikmalaya, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat (Jabar) juga ikut memantau kasus bullying tersebut.
“Kami berharap permasalahan bullying terhadap anak PH diselesaikan dengan seadil-adilnya, sambil memperhatikan kondisi kejiwaan terduga pelaku anak,” sebutnya.
BACA JUGA:
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, tahun 2020 ada 11,279 kasus, dan 12,566 kasus hingga data bulan November 2021. Kasus yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen.
Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan anak mengingatkan Pemerintah untuk memberi perhatian lebih terhadap kasus kekerasan kepada anak.
“Dan kami harap Hari Anak Nasional menjadi pengingat betapa banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang sebenarnya bisa dicegah dan dikurangi jumlahnya jika ada antisipasi yang baik. Jadi diperlukan tindakan konkret karena betapa pentingnya perlindungan pada anak,” tutup Ace.