Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu mengajak masyarakat Indonesia agar kritis dalam membaca hasil survei politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Survei itu alat pengukur suhu belaka yang tingkat kebenarannya tidak mutlak, sifatnya temporal, dan selalu dinamis," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu 22 Juli.

Dia menyarankan dalam membaca hasil riset politik, maka harus dibaca secara santai. Yohan mengimbau agar masyarakat tidak terjebak pada pemahaman bahwa survei politik sebagai kebenaran.

Hal itu disampaikan Yohan dalam diskusi publik yang dilaksanakan Lembaga Kajian Indonesia Development Research (IDR).

Diskusi yang menghadirkan para peneliti, jurnalis, dan akademisi itu menghadirkan Ketua Bidang Eksternal Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Andi Syafrani.

Andi Syafrani menyatakan sependapat dengan Yohan Wahyu perihal hakikat survei politik yang akhir-akhir ini semakin menjamur. Lembaga survei, menurut Andi, pada awalnya bertujuan untuk memetakan secara akademis mengenai dinamika politik nasional.

"Semula hasil-hasil kerja lembaga survei itu menarik sebagai metode untuk melihat peta prilaku politik warga, hal ini tentu suatu kemajuan ilmu pengetahuan sosial karena sebelumnya metode survei ini tidak banyak dikenal," jelasnya.

Namun, sebagai orang yang tergolong sebagai pekerja survei periode rintisan awal, dia menyadari bahwa kerja-kerja lembaga survei sering dimanfaatkan sebagai alat propaganda politik.

"Saya merintis karir sebagai surveyor lapangan sehingga saya paham secara utuh bagaimana survei itu dilakukan dan bagaimana pula pertumbuhannya," jelas Andi.

Sementara itu, jurnalis senior mantan Majalah Tempo Elik Susanto menyarankan agar lembaga survei yang selama ini aktif mengerjakan survei politik tidak terjebak sebagai alat membodohi masyarakat dengan menggiring opini untuk kandidat tertentu.

"Sebaiknya lembaga survei harus profesional dan ketat pada metodologi riset," katanya.