Bagikan:

JAKARTA - Fenomena penggunaan dirham dan dinar sebagai alat pembayaran di sejumlah daerah di Pulau Jawa mendadak viral di dunia maya. Dalam penelusuran VOI di jagat internet, informasi penting didapatkan dari akun Twitter Remaja Muslim @Pencerah__.

Dari cuitannya diungkap bahwa pemakaian dirham dalam transaksi jual-beli terkonsentrasi di pusat perdagangan dengan sebutan Pasar Muamalah.

“Pasar-pasar Muamalah ini berada dalam otoritas Amirat Nusantara yang dipimpin oleh Zaim Saidi, Ia dikenal sebagai pelopor gerakan kembalinya koin dinar emas dan dirham perak di Indonesia,” demikian tulis akun tersebut Kamis, 28 Januari.

Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa aktivitas tersebut merupakan bagian dari aksi menolak sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia. Alasannya, karena Zaim dan pengikutnya menilai ekosistem perdagangan yang ada sekarang tidak sesuai dengan pandangan mereka.

“Zaim Zaidi (diduga HTI) yang anti terhadap sistem finansial saat ini yang dianggapnya sebagai kapitalisme riba,” tutur dia.

Dalam posting tersebut, @Pencerah__ mengungkapkan bahwa Zaim telah melakukan kampanye penggunaan dirham dan dinar sejak lama. Hal ini dikuatkan oleh bukti yang dia posting pada laman Twitter-nya.

“Jejak digital Zaim Saidi dalam upaya menghasut masyarakat untuk tinggalkan uang kertas rupiah dan kembali kepada dirham dan dinar sebagai alat transaksi pasar. Ini tujuan HTI yang ingin kembali ke era Rasulullah namun dengan cara yang salah,” tegasnya.

“Dari hasil penelusuran saya, sudah ada beberapa pasar Muamalah di beberapa daerah Nusantara. Seperti di Yogyakarta, Bekasi dan di Depok-Jawa barat,” sambung @Pencerah__ menjelaskan.

Sebelumnya, VOI sempat memberitakan soal tanggapan Bank Indonesia (BI) atas hal ini. Melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengungkapkan bahwa alat transaksi yang sah dalam jual-beli di Indonesia adalah mata uang rupiah.

Menurutnya, Posisi BI ini sangat penting guna sebagai penegasan serta menghindari penciptaan opini publik yang salah soal alat transaksi di dalam negeri.

“Hal ini diharapkan agar diskusi tidak berkembang ke arah yang tidak seharusnya,” kata dia dalam siaran pers, Kamis, 28 Januari.

Dalam kesempatan itu Erwin menyampaikan bahwa sesuai dengan Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.

“BI mengingatkan masyarakat untuk menghindari penggunaan alat pembayaran selain rupiah,” tuturnya.