Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono sengaja memberi rekomendasi kepabeanan yang menyimpang ke beberapa pihak. Dugaan ini ditelisik dari 10 saksi.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aktivitas tersangka AP saat bertugas di Bea Cukai Batam dan diduga aktif memberikan rekomendasi yang menyimpang dari aturan kepabeanan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 14 Juli.

Sepuluh saksi itu yakni empat karyawan swasta Tamri, Ciwi Hartono, Masrayani, dan Susanti, tiga wiraswasta Edison Alva, Aprianto, dan Niaty Indya Ida Putri, dua Notaris Tiurlan Sihaloho, dan Anly Cenggana, serta Direktur PT Megah Menorah Indonesia Willy.

Belum dirinci KPK rekomendasi menyimpang yang dilakukan Andhi. Namun, dia diduga melakukannya agar mendapat keuntungan berupa fee untuk membeli keinginannya.

"Atas rekomendasi tersebut, selanjutnya tersangka AP menerima fee uang dan membeli beberapa aset bernilai ekonomis," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menahan eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono. Dia diduga menerima gratifikasi berupa fee setelah menjadi broker bagi pengusaha ekspor impor.

Untuk melakukan penerimaan itu, Andhi diduga memakai rekening milik orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha. Mereka menjadi nominee sehingga pemberian terhadap dirinya tak terdeteksi.

Tak sampai di sana, Andhi juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dugaan ini muncul karena dia menyamarkan pembelian aset dengan memakai nama orang lain, termasuk ibu mertuanya.

Andhi disebut KPK menerima fee hingga Rp28 miliar dan jumlahnya bisa terus bertambah. Duit itu kemudian dibelikan berbagai keperluan seperti berlian, polis asuransi, hingga rumah di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar.