Bagikan:

JAKARTA - Berbagai aksi tawuran antar kelompok remaja di wilayah Jakarta Pusat masih terus terjadi. Tak sedikit korban jiwa melayang akibat tawuran. Ironinya, korban banyak dari kalangan anak di bawah umur.

Seperti hal terjadi di Jalan Mangga Dua Selatan, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Akibat tawuran tersebut, satu orang pelajar SMP berinisial RZ (14) meninggal dunia. Korban mengalami luka bacok di bagian kepala, paha dan dada.

Menyikapi fenomena tawuran remaja yang menjadi trend buruk itu, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin menegaskan bahwa faktor utama terjadinya tawuran antar kelompok remaja karena adanya faktor pergaulan yang buruk di lingkungan mereka.

"Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya tawuran, faktor kesenjangan sosial terkadang juga bukan menjadi salah satu faktor utama. Kenapa? Karena terkadang yang terlibat tawuran juga dari kalangan anak-anak berada. (penyebab utama terjadinya tawuran) Saya lebih kepada faktor pergaulan. Pergaulan yang bahasa anak muda sekarang eksistensi mencari jati diri," kata Kombes Komarudin saat dikonfirmasi VOI, Kamis, 13 Juli.

Faktor kesenjangan sosial sebagai pemicu tawuran antar kelompok remaja saat ini sudah bergeser. Penyebab utama aksi tawuran remaja, sebagian besar karena imbas dari pergaulan yang salah.

"Banyak yang sudah kita amankan ternyata orangtuanya mampu, artinya kita tidak hanya bisa melihat dari faktor kesenjangan sosial," ujarnya.

Kombes Komarudin menjelaskan, pentingnya pengawasan dari orang tua terhadap para remaja anak-anak mereka ketika berada di rumah dan lingkungan sekitarnya.

Bahkan, sambungnya, yang membentuk karakter seseorang itu yang pertama di lembaga pendidikan sekolah, itu tanggung jawab guru. Kemudian di rumah, yang mendidik (tanggung jawab) orang tua.

"Tinggal dilihat saja jamnya, lebih banyak mana dia. Di sekolah berapa jam, di rumah berapa jam, di lingkungan berapa jam. Di lingkungan itu lah salah satu faktor yang membentuk karakter seseorang untuk menjadi pribadi (berkarakter)," paparnya.

Sementara rentannya usia (dibawah umur) para remaja pelaku tawuran juga menjadi dilema bagi aparat Kepolisian dalam mengambil sikap dan tindakan tegas.

Kombes Komarudin mengatakan, penegakan hukum bukan satu-satunya jalan yang harus dilakukan. Karena banyak pihak yang memandang bahwa (pelaku tawuran) rata-rata mereka di bawah umur.

"Untuk kita tegakkan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dirasa sangat berat untuk mereka. Karena mereka berpandangan masih punya masa depan, jangan diputus (pendidikan sekolah) dan lain sebagainya," katanya.

Meski berbenturan dengan hak-hak anak, namun Polri tetap harus memberikan efek jera atau setidaknya mengantisipasi aksi tawuran remaja dengan berbagai hal.

"Harus ada langkah untuk menyikapi fenomena tawuran. Saya lebih kepada mempersempit ruang gerak mereka saja. Salah satunya dengan merekam (video dan foto) aktivitas para remaja yang mencurigakan. Yang saya butuhkan itu, rekamin mereka," tutupnya.