YOGYAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajukan gugatan restitusi dalam kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora alias David Latumahina. LPSK mengajukan restitusi ke Mario Dandy sebesar Rp120 miliar. Restitusi itu merupakan biaya ganti rugi yang harus dibayarkan kepada korban penganiayaan Mario Dandy. Lantas, apa itu gugatan restitusi?
Apa Itu Gugatan Restitusi
Dikutip dari laman Kepaniteraan Mahkamah Agung, restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga terhadap keluarga korban atau keluarganya.
Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
Dalam Pasal 2 PP tersebut, Setiap Anak yang menjadi korban tindak pidana berhakmemperoleh Restitusi.
Pasal 2 ayat (1) PP No. 43/2017 menyebutkan anak yang menjadi korban tindak meliputi:
- Anak yang berhadapan dengan hukum
- Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.
- Anak yang mer{adi korban pornografi.
- Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan.
- Anak korban kekerasan fisik dan /atau psikis.
- Anak korban kejahatan seksual.
Menurut Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana, bentuk restitusi yang berikan kepada korban tindak pidana dapat berupa:
- Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan.
- Ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana
- Penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis.
- Kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.
Untuk melayangkan gugatan restitusi, pemohon harus memperhatikan persyaratan administratif permohonan yang diatur dalam Pasal 5 Perma Nomor 1 Tahun 2022.
Permohonan restitusi harus dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan diajukan kepada Ketua/Kepala Pengadilan baik dilakukan secara langsung maupun melalui LPSK, penyidik atau penuntut umum.
Permohonan Restitusi yang diajukan oleh pihak korban, harus memuat:
- Identitas Pemohon
- Identitas Karban, dalam hal Pemohon bukan Karban sendiri.
- Uraian mengenai tindak pidana
- Identitas terdakwa/Termohon
- Uraian kerugian yang diderita
- Besaran Restitusi yang diminta.
Pengadilan yang berwenang mengadili permohonan Restitusi adalah Pengadilan yang mengadili pelaku tindak pidana, yaitu pengadilan negeri, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan militer, pengadilan militer tinggi dan mahkamah syar’iyah.
Dalam Pasal 9 Perma No. 1/2022, permohonan gugatan restitusi tidak menghapus hak korban, keluarga, ahli waris dan wali untuk mengajukan gugatan perdata, dalam hal :
- Permohonan Restitusi ditolak karena terdakwa diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum.
- Permohonan Restitusi dikabulkan dan terdakwa dihukum, akan tetapi terdapat kerugian yang diderita Korban yang belum dimohonkan Restitusi kepada Pengadilan atau sudah dimohonkan namun tidak dipertimbangkan oleh Pengadilan.
Demikian informasi tentang apa itu gugatan restitusi. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan para pembaca VOI.ID.