JAKARTA - Komisi II berang dengan tindakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Bengkulu Selatan yang tega menjual anak kandungnya kepada hidung belang.
“Kejadian ini musibah, seorang ibu tega menjual anak kandungnya sebagai PSK karena terhimpit persoalan ekonomi. Sangat miris sekali. Perlu ditelusuri akar masalahnya seperti apa, bagaimana personal sang pelaku,” kata Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, Senin 26 Juni.
“Apabila persoalannya karena psikologi atau masalah moralnya, harus ada penanganan atau terapi. Tentunya berkesinambungan dengan penegakan hukumnya,” imbuhnya.
Diketahui, TS (42) seorang ibu yang berprofesi sebagai ASN Pemkab Bengkulu Selatan tega menjual anak kandungnya sendiri untuk layanan prostitusi. Bahkan, layanan prostitusi itu dilakukan di rumahnya sendiri sejak setahun terakhir.
Dari hasil pemeriksaan, TS mengaku penghasilannya sebagai ASN tidak mencukupi lagi buat kebutuhan. Ia lantas tega menjajakan anak perempuannya yang berusia 22 tahun sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK).
Memanfaatkan jaringan media sosial, TS yang merupakan seorang janda menjual sang anak dengan tarif Rp250 ribu hingga Rp300 ribu untuk satu kali kencan. TS mendapat keuntungan Rp100.000-Rp 150.000 dari satu kali transaksi.
“Perlu dilihat struktur gajinya seperti apa. Tapi kasus ini juga menjadi potret permasalahan negeri kita. Kita belum terbebas dari permasalahan kemiskinan, bahkan di tingkat ASN sekalipun,” ucap Mardani.
“Ini artinya ada yang salah dari sistem kita, dan harus diperbaiki. Secara umum memang perlu penataan komponen gaji ASN dan besarannya,” imbuhnya.
Hingga saat ini, pihak Pemkab Bengkulu Selatan belum menjatuhkan sanksi kepada ASN yang menjual anaknya karena Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) setempat mengaku belum menerima laporan secara resmi terkait peristiwa tersebut.
“Apapun alasannya, tidak ada pembenaran dari tindakan prostitusi. Sekalipun karena masalah ekonomi, menjual anak kandung sebagai PSK sangat tidak bisa ditolerir. Harus ada sanksi tegas,” tutur Mardani.
Legislator dari Dapil DKI Jakarta I ini meminta Pemkab Bengkulu Selatan melakukan pembenahan di lingkungan kerja mereka. Menurut Mardani, ada faktor ketidakpekaan yang turut berpartisipasi terhadap kejadian tersebut.
BACA JUGA:
“Mestinya ada kepekaan, entah dari sesama rekan kerja maupun pimpinan dari pelaku. Harus dicari apa yang salah sampai seorang ASN terpaksa mencari tambahan uang dengan menjual sang anak,” ungkapnya.
Mardani mengatakan, pendekatan-pendekatan humanis perlu dilakukan di setiap lingkungan kerja Pemerintahan. Sebab jika permasalahan personal ASN tidak dapat dicari jalan keluar, maka dampaknya juga akan memengaruhi kinerja pekerjaan.
"Harus ada proses jemput bola dalam kasus seperti ini. Mungkin juga perlu dilakukan tes psikologi berkala terhadap setiap pegawai pemerintah. Hal ini bertujuan melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih bersih, efektif, dan efisien,” papar Mardani.
"Tes psikologis berkala tersebut bertujuan untuk mencegah tindakan melawan hukum dan memastikan bahwa mereka yang bertugas dalam sektor publik memiliki kondisi mental yang stabil dan kesehatan jiwa yang baik," sambungnya.
Dengan adanya tes psikologi berkala, kata Mardani, masalah mental dan psikologi yang mungkin dimiliki oleh ASN dapat terdeteksi lebih awal. Sehingga tindakan pencegahan yang tepat dapat diambil sebelum masalah tersebut berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius.
"Tes ini dapat mencakup pengukuran tingkat stres, kecerdasan emosional, stabilitas emosi, kejujuran, serta kemampuan berkomunikasi dan beradaptasi dalam situasi yang menuntut," urai Mardani.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan Pemerintahan itu pun menyadari semakin tingginya biaya hidup dan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat saat ini tidak hanya mempengaruhi mereka di sektor swasta. Mardani mengatakan, masalah ekonomi juga banyak dihadapi ASN yang memiliki tanggung jawab dalam melayani publik.
"Dengan meningkatkan kualifikasi mereka, ASN dapat memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan promosi atau kesempatan kerja tambahan yang dapat meningkatkan penghasilan mereka," imbuh Mardani.
Mardani juga menyoroti bahwa tekanan ekonomi dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental ASN. Oleh karenanya, penting untuk menyediakan akses mudah ke layanan konseling dan dukungan psikologi.
"ASN harus merasa didukung dan memiliki tempat untuk berbagi kekhawatiran mereka terkait keuangan dan beban kerja," pungkasnya.