Bagikan:

NTB - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur melibatkan Inspektorat setempat terkait audit kerugian negara di kasus dugaan korupsi pengelolaan dana amanah pemberdayaan masyarakat (APM) Lombok Timur tahun 2017-2021.

"Itu makanya, kami masih harus koordinasi dengan ahli, kami coba dengan inspektorat. Kalau tidak bisa, kami ke BPKP (Badan Pemeriksaan dan Keuangan Pembangunan)," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu 21 Juni, disitat Antara.

Dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi dana APM ini, Isa mengatakan Kejari Lombok Tengah telah memeriksa 30 saksi dari unsur pengurus unit pengelola kegiatan (UPK) dan kelompok usaha.

Kejari Lombok Tengah saat ini mengantongi satu tersangka namun namanya masih belum dibeberkan ke publik.

"Kemungkinan lebih dari satu orang (tersangka)," ujarnya.

Sebelumnya, Kejari Lombok Timur menetapkan kasus dugaan korupsi dana APM naik ke tahap penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara yang telah mengungkap adanya indikasi perbuatan melawan hukum (PMH).

Pengelolaan dana APM ini bersumber dari dana hibah APBN dalam program bantuan layanan masyarakat (BLM) tahun 2009. Program ini pun bergulir di tengah masyarakat untuk bisa mendapatkan bantuan dana dalam bentuk kredit usaha kelompok.

Isa mengatakan, dana APM ini merupakan transformasi dari program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri perdesaan pada tahun 2014 yang kini beroperasi menggunakan anggaran dari program BLM.

Pengurus dana APM, kata dia, mengelola kredit usaha untuk masyarakat berdasarkan akta notaris sesuai syarat dari pemerintah pusat. Mereka berada di setiap kecamatan dengan status unit pengelola kegiatan (UPK).

Dari catatan kejaksaan, dana APM di Kabupaten Lombok Timur beroperasi dengan menggunakan sisa anggaran PNPM mandiri perdesaan tahun 2009. Negara tercatat menggelontorkan dana hibah untuk Kabupaten Lombok Timur secara bertahap dengan total akhir pada tahun 2014 sebesar Rp1,5 miliar.

Isa pun meyakinkan dana itu terus berkembang dari keuntungan setoran kredit usaha kelompok masyarakat. Untuk di Kecamatan Suela saja, kata dia, pengurus dana APM kini mengelola dana sedikitnya Rp4 miliar.

Dia mengatakan kejaksaan sudah mendapatkan keterangan yang menguatkan adanya PMH dari pengelolaan dana APM pada proses penyelidikan. Indikasi pidana tersebut berkaitan dengan setoran kredit yang tidak sampai ke UPK tingkat kecamatan.

"Salah satu masalah yang muncul, uang setoran kredit usaha dari kelompok masyarakat yang sudah dititipkan melalui pendamping tidak sampai ke UPK," ujarnya.

Dugaan lain, kata dia, berkaitan dengan pencairan kredit usaha fiktif. Potensi pidana tersebut muncul karena tidak ada jaminan yang harus diberikan penerima kredit kepada pengurus dana APM.

Dengan adanya indikasi tersebut, menurut dia, kejaksaan mencatat adanya potensi kerugian negara sedikitnya Rp1 miliar. Nominal itu muncul untuk periode pengelolaan dana APM per tahun.