JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menggagalkan peredaran dan perdagangan sisik trenggiling sebesar 57 kilogram di Provinsi Kalimantan Barat.
Tim gabungan yang terdiri dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK bersama Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, serta BKSA Kalimantan Barat menangkap tiga orang dalam kasus tersebut.
"Kami telah menetapkan ketiga pelaku (FAP, MR dan MND) sebagai tersangka dan saat ini telah dilakukan penahanan di Rutan Polda Kalimantan Barat guna proses lebih lanjut," kata Direktur Pencegahan dan Pengaman KLHK Sustyo Iriyono dalam keterangan dilansir ANTARA, Kamis, 15 Juni.
Para pelaku dijerat dengan pasal 21 ayat (2) huruf D junto pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Sustyo menjelaskan penangkapan ketiga tersangka bermula dari laporan masyarakat terhadap adanya aktivitas jual beli sisik trenggiling di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada 7 Juni 2023, sekitar pukul 22.00 WIB.
Tim gabungan lantas mengikuti sebuah mobil berjenis MPV berwarna putih yang melintas di Pontianak.
BACA JUGA:
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tim gabungan menemukan 20 kilogram sisik trenggiling yang disimpan di dalam empat karung milik tersangka FAP dan MR.
Dari keterangan kedua pelaku tersebut, KLHK bersama Polda Kalimantan Barat mengejar jaringan perdagangan sisik trenggiling yang berada di Dusun Nelayan Desa Setalik, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas.
Tim gabungan lantas mengamankan MND (pemilik dan penampung) beserta barang bukti berupa 37 kilogram sisik trenggiling.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan trenggiling mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam, karena hewan itu memakan rayap, semut, dan serangga lainnya.
"Penindakan terhadap pelaku kejahatan tumbuhan dan satwa liar dilindungi merupakan komitmen pemerintah guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati dan keamanan ekosistem Indonesia," kata Rasio.*