Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) Nasruddin Djoko Sudjono menyebut pihaknya telah mendesak PT Pembangunan Jaya Ancol untuk mengklarifikasi secara terbuka soal kisruh proyek mangkrak.

"Saya sudah sampaikan, tolong itu hasil kalkulasi disampaikan dari Ancol," kata Nasruddin saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 13 Juni.

Nasrudin bilang, badan usaha yang sahamnya mayoritas dimiliki Pemprov DKI ini sebelumnya telah menjelaskan permasalahan aset mangkrak kepada BP BUMD. Namun, Nasrudin tak mau Pemprov DKI yang mengklarifikasi masalah tersebut ke publik.

"Itu ditanya ke Ancol, ya, karena itu ternyata case lama juga. Kita minta Ancol mengklarifikasi itu," ungkap dia.

Beberapa waktu lalu, mantan Komisaris Utama dan Independen PT Pembangunan Jaya Ancol Thomas Trikasih Lembong menyebut sejumlah proyek di kawasan Ancol mangkrak akibat ketidakmampuan manajemen mengelola aset.

Eks Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini menyinggung pengelolaan ABC Mall atau Ancol Beach City yang berada di kawasan Pantai Karnaval Ancol, hingga pembangunannya yang kualitasnya buruk. Operasional aset yang pengelolaannya dipegang oleh dua pengusaha berkongsi ini terpaksa mandek lantaran adanya konflik internal.

"Padahal dulunya mal ini sempat pamor lantaran menjadi lokasi konser sejumlah musisi internasional. lalu berantem dua pengusaha itu, akhirnya mangkrak," ucap pria yang sempat menjabat Menteri Perdagangan tersebut beberapa waktu lalu kepada wartawan.

Selain itu, terdapat sengketa aset Sea World Ancol hingga disidangkan di Mahkamah Agung (MA). Pembangunan akurium ini adalah hasil kongsi Ancol dengan Lippo Group yang semula berjalan baik malah berujung sengketa. Ancol lah yang memenangkan sidang di MA.

"Ancol ini tidak berkembang. Banyak proyek gagal, mangkrak, atau bermasalah di Ancol," ucap Thomas.

Tak cuma itu, Ombudsman RI pun sudah mengeluarkan surat rekomendasi adanya maladministrasi terkait perjanjian kerja sama antara PT Pembangunan Jaya Ancol Dengan beberapa pihak. Yakni terkait adanya aset negara diappraisal secara sepihak, padahal ada kerugian keuangan negara.