Maskapai KLM Gandeng Mahasiswa Delft Bangun Pesawat bertenaga Hidrogen
AeroDelft Phoenix Full Scale dan Phoenix Prototype drone, (Sumber: AeroDelft via The National News)

Bagikan:

JAKARTA - Maskapai penerbangan KLM Royal Dutch Airlines bekerja sama dengan sekelompok mahasiswa dari Universitas Teknologi Delft di Belanda membangun pesawat bertenaga hidrogen.

Sebagai bagian dari Project Phoenix, maskapai dan kelompok mahasiswa AeroDelft akan berupaya mengembangkan dan menguji pesawat bertenaga hidrogen yang akan memberikan wawasan tentang bagaimana sumber energi alternatif dapat diterapkan pada industri penerbangan, kata KLM.

Hal ini dapat mencakup sertifikasi, regulasi, dan infrastruktur. Teknologi yang sedang dikembangkan masih menghadapi banyak tantangan, termasuk distribusi dan transportasi hidrogen cair.

"KLM dan AeroDelft berbagi gagasan bahwa perjalanan udara sangat penting bagi manusia dan berbagai sektor, tetapi inovasi dalam penerbangan itu penting," kata KLM, seperti dilansir dari The National News 1 Juni.

"KLM memulai kolaborasi dengan tim mahasiswa AeroDelft untuk menjadi bagian dari berbagai ekosistem seputar teknologi masa depan, seperti terbang dengan hidrogen," sambung pihak maskapai.

Diketahui, industri penerbangan global berupaya mengurangi emisi karbon dioksida dengan menggunakan teknologi baru dan bentuk bahan bakar alternatif, di tengah dorongan menuju opsi berkelanjutan untuk mengurangi pemanasan global.

Pada Bulan Oktober, anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional setuju untuk menetapkan tahun 2050 sebagai tenggat waktu mereka untuk mencapai emisi karbon nol bersih untuk perjalanan udara — sebuah perjanjian penting yang memulai jam industri ini.

Penerbangan menyumbang lebih dari 2 persen emisi karbon dioksida pada 2021, kata Badan Energi Internasional pada Februari.

Jika ingin mencapai target nol emisi pada tahun 2050, perlu dilakukan perbaikan teknis, kata badan tersebut.

Industri penerbangan global dapat menggunakan 15 hingga 20 persen dari proyeksi pasokan hidrogen dunia sebesar 600 juta ton pada tahun 2050, untuk produksi bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan dan untuk menggerakkan pesawat baru, kata Asosiasi Transportasi Udara Internasional pada Bulan Desember tahun lalu.

Project Phoenix terdiri dari beberapa fase. Tahap pertama melibatkan pengembangan drone, Prototipe Phoenix, yang akan berfungsi sebagai "batu loncatan" menuju pengembangan pesawat yang menggunakan gas hidrogen di tahap kedua dan pesawat bertenaga hidrogen cair di tahap ketiga.

Phoenix Full Scale, yang akan menggunakan hidrogen cair selama tes tahun 2024, adalah pesawat Sling 4 dua tempat duduk yang dibuat oleh pabrikan Sling Aircraft Afrika Selatan. Ini akan memiliki berat lepas landas maksimum 920kg dan lebar sayap 10m, menurut situs web AeroDelft.

Sedangkan drone prototipe AeroDelft melakukan uji terbang pertamanya pada tahun 2022 dan bertujuan untuk melakukan penerbangan yang ditenagai oleh gas hidrogen dan hidrogen cair, menurut situs webnya. Ini berjalan pada motor listrik yang ditenagai oleh hidrogen cair dan teknologi sel bahan bakar. Tes tahun 2022 menentukan apakah itu bisa terbang dengan hidrogen cair dan dikendalikan dari tanah.

Sementara itu, Phoenix Full Scale dijadwalkan terbang dengan tenaga gas hidrogen tahun ini dan satu lagi dengan tenaga hidrogen cair pada 2024, katanya.

AeroDelft telah membangun kerangka untuk model skala penuh dan sedang menguji sistem hidrogen di dalam kerangka tersebut.

"Bersama-sama kita akan bekerja keras untuk mewujudkan teknologi baru dan inovatif serta mendidik para insinyur masa depan," ujar Wouter van der Linden, manajer tim AeroDelft.