Silang Pendapat Pembangunan Krematorium Hewan di Korea Selatan: Antara Hak Hewan dan Dampak Lingkungan
Ilustrasi hewan peliharaan. (Unsplash/@sita2)

Bagikan:

JAKARTA - Meningkatnya jumlah orang yang hidup dengan hewan peliharaan di Korea Selatan, layanan pemakaman hewan kesayangan semakin diminati pemilik yang berduka, umumnya kucing dan anjing, di mana mereka ingin peliharaannya dikuburkan seperti anggota keluarga yang manusia.

Hal ini telah meningkatkan permintaan akan krematorium hewan, namun juga menjadi penyebab konflik antara bisnis terkait dan penduduk lokal di seluruh negeri.

Sekitar 300 penduduk yang tinggal di Changpyeong-ri, Gunwi, Provinsi Gyeongsang Utara, bergerak untuk mengajukan petisi kepada sebuah perusahaan, untuk meminta pembatalan rencana pembangunan krematorium hewan di wilayah tersebut.

Perusahaan tersebut telah menerima izin bangunan dari Kabupaten Gunwi untuk membangun krematorium seluas 655 meter persegi, sedikit lebih kecil dari lapangan tenis standar.

Awalnya, pemerintah daerah menolak untuk mengeluarkan izin tersebut, namun kalah dari perusahaan dalam pertarungan hukum.

"Penduduk setempat khawatir akan partikel dan bau tak sedap yang mungkin ditimbulkan oleh krematorium," ujar Kim Dong-soo, kepala desa Changpyeong-ri, seperti melansir Korea Times 17 April.

"Jika perusahaan memulai pembangunan meskipun kami menentangnya, kami akan mengadakan unjuk rasa di depan lokasi pembangunan selain menyerahkan petisi kami," lanjutnya.

Demikian pula, sebuah rencana yang didorong oleh Kabupaten Dalseong di Daegu untuk membangun sebuah krematorium dan fasilitas penyimpanan untuk sisa-sisa hewan, sebagian besar masih terbengkalai karena penolakan dari penduduk setempat.

Pada Bulan April lalu, daerah ini berencana untuk mengadakan sesi informasi tentang pembuatan taman hiburan untuk hewan yang dilengkapi dengan fasilitas pemakaman di Jamo-ri. Tetapi, rencana tersebut tidak dapat dilanjutkan karena protes dari penduduk setempat.

Sebelumnya pada Bulan Januari, sebuah perusahaan mengajukan gugatan terhadap Kantor Distrik Gwangsan di Gwangju, karena kantor tersebut menolak untuk mengeluarkan izin bagi perusahaan tersebut, guna mengubah zonasi gedung perkantoran yang akan digunakan sebagai krematorium hewan.

Tahun lalu, penentangan yang sama juga terjadi. Pada Bulan Juli, sekitar 30 warga lokal di Yongin, Provinsi Gyeonggi, mengadakan unjuk rasa di depan Balai Kota Yongin. Mereka memprotes rencana perusahaan untuk mengubah sebuah pabrik menjadi krematorium untuk hewan.

Sebelumnya di Bulan Februari, sebuah perusahaan harus membatalkan rencananya untuk membangun krematorium untuk hewan di Kabupaten Chilgok, Provinsi Gyeongsang Utara, karena kalah dalam gugatan dengan pemerintah daerah di Mahkamah Agung.

Pada saat itu, pengadilan mengutip kekhawatiran fasilitas tersebut dapat merusak lingkungan bagi penduduk setempat, mengganggu pendidikan siswa di sekolah-sekolah terdekat.

Terpisah, Kelompok-kelompok pembela hak-hak hewan mengatakan, Negeri Ginseng harus lebih berevolusi, karena lebih dari 10 juta dari 51 juta penduduknya hidup dengan hewan peliharaan.

"Permintaan akan krematorium hewan telah meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun," kata Shim In-seop yang mengepalai Life, sebuah kelompok hak asasi hewan.

"Baik pemerintah pusat maupun daerah harus mempertimbangkan cara-cara untuk menyelesaikan pertentangan dari penduduk setempat. Memasang krematorium hewan di dalam krematorium umum bisa menjadi salah satu pilihan," tandasnya.