Sampah Pendakian Gunung Everest Dipoles jadi Karya Seni
Ilustrasi perubahan iklim. (Foto: Markus Spiske/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sekelompok pecinta lingkungan hidup yang tergabung dalam Sagarmatha Next Center tengah mengumpulkan sampah dari jalur pendakian Gunung Everest, Nepal.

Sampah-sampah ini bukan untuk dibuang tetapi akan dipoles menjadi karya seni yang ditampilkan di galeri terdekat di Syangboche.

Direktur proyek seni Tommy Gustafsson, Melansir Reuters, Sabtu, 22 Januari, mengungkapkan, upaya itu dilakukan agar gunung tertinggi di dunia tersebut tidak berubah menjadi tempat pembuangan sampah. Juga bagi pendaki agar lebih bertanggung jawab terhadap sampah pribadi. 

Proyek seni berasal dari sampah-sampah seperti botol oksigen bekas, tenda robek, tali, tangga rusak, kaleng, dan pembungkus plastik. 

Sampah yang dikumpulkan akan dibawa turun dari gunung atau dikumpulkan dari rumah teh di sepanjang jalur pendakian. Nantinya sampah akan langsng dipisah oleh kelompok lingkungan setempat, Komite Pengendalian Pencemaran Sagarmatha.

Seniman yang terlibat cukup banyak. Beberapa di antaranya terdapat seniman asing, serta seniman lokal. Dalam proses pencitaan karya seni, tiap seniman akan melatih penduduk setempat untuk mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai, sesuai dengan prinsip daur ulang.

"Kami ingin menunjukkan bagaimana anda dapat mengubah limbah padat menjadi karya seni yang berharga, dan menghasilkan lapangan kerja dan pendapatan," kata Gustafsson.

“Kami berharap bisa mengubah persepsi masyarakat tentang sampah dan mengelolanya,” tambahnya.

Sampah yang dibuang atau dibakar tentu akan menyebabkan pencemaran udara dan air. Karena itu, Gustafsson terus mengajak pendaki untuk menggalakkan kampanye membawa kembali sampah.

Gagasan itu senafas dengan yang digelorakan kelompok lingkungan Eco Himal. Salah seorang anggotanya Phinjo Sherpa mengungkap inisiatif membawa kembali sampah adalah langkah yang tepat, agar Everest tak menjadi tempat pembuangan sampah.

Untuk itu, diharapkan kepada pendaki Everest untuk selalu membawa tas yang dapat menampung 1 KG sampah ke Bandara Lukla.

“Kami bisa mengelola sampah dalam jumlah besar jika melibatkan pengunjung,” kata Sherpa.

Sebelumnya, Everest pertama kali didaki oleh orang Selandia Baru Sir Edmund Hillary dan Sherpa Tenzing Norgay pada tahun 1953. Sementara itu, Pada 2019, telah lebih dari 60.000 pendaki dan pemandu mengunjungi daerah tersebut.