Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Dokter Inggris (BMA) mengirimkan surat kepada Kepala Pejabat Kesehatan Inggris Chris Whitty, menyerukan agar pemerintah memangkas jarak waktu antar penyuntikan dosis vaksin Pfizer-BioNTech dari 12 pekan menjadi 6 pekan.

Saat ini Inggris memprioritaskan pemberian dosis pertama vaksin COVID-19, dan meminta pasien menunggu hingga 12 pekan untuk disuntik dosis kedua, demi memberikan peluang kepada lebih banyak orang untuk mempunyai perlindungan awal.

Namun Pfizer dan BioNtech telah memperingatkan bahwa mereka tidak memiliki bukti jika vaksin yang dikembangkannya itu akan tetap memberikan manfaat perlindungan jika dosis kedua diberikan lebih dari 21 hari usai yang pertama.

BMA menyebut pihaknya mendukung penyuntikan dosis kedua maksimal 42 hari setelah dosis pertama, sedangkan masa tunggu yang lebih lama tidak sesuai dengan arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Karena itulah, BMA mendesak Whitty untuk 'segera meninjau ulang sikap Inggris saat ini atas pemberian dosis kedua setelah 12 pekan.'

"Strategi Britania Raya telah semakin jauh berbeda dari negara-negara lain," tulis BMA dilansir Reuters via Antara, Sabtu, 23 Januari 

"Anggota BMA juga memperhatikan bahwa, dengan pasokan yang tak dapat diperkirakan, mungkin tidak akan ada jaminan ketersediaan dosis kedua vaksin Pfizer dalam 12 pekan," tulis BMA menambahkan.

Sebelumnya pada Jumat (22/1) Whitty menyatakan kepada media bahwa jauhnya jarak waktu pemberian vaksin merupakan "keputusan (untuk) kesehatan publik" yang bertujuan untuk memvaksin lebih banyak orang.

Hal itu, kata Whitty, juga berdasar pada keyakinan bahwa perlindungan mayoritas yang baik dilakukan selama masa suntikan dosis pertama.

Inggris menggunakan vaksin dua vaksin, satu dari Pfizer-BioNTech dan satu lagi dari AstraZeneca.

Sementara itu, AstraZeneca mendukung jarak waktu penyuntikan tersebut, dengan menyebut bahwa data mereka menunjukkan jangka 8-12 pekan adalah periode yang baik untuk memunculkan kemanjuran vaksin.

Kementerian Kesehatan dan Pelayanan Sosial, dalam pernyataan melalui survel, menyebut bahwa prioritas lembaganya adalah melindungi sebanyak mungkin orang dalam waktu secepat mungkin.

"Keputusan [...] untuk mengubah interval dosis vaksin dilakukan setelah ada kajian mendalam terhadap data serta telah sejalan dengan rekomendasi empat Kepala Pejabat Kesehatan Inggris," kata juru bicara kementerian.

Berdasarkan data pemerintah, sejauh ini sebanyak 5,38 juta orang di Inggris telah mendapat suntikan pertama vaksin COVID-19.