Bagikan:

JAKARTA - Komisi IX akan mendengarkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dibuat dengan metode Omnibus Law. Hal ini menyusul penolakan dari sejumlah organisasi profesi (OP) tenaga kesehatan (nakes), termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, RUU Kesehatan diharapkan hadir untuk menjadi pendobrak reformasi pelayanan kesehatan di tanah air. Kepada nakes yang melakukan demonstrasi, ia pun mengingatkan RUU Kesehatan masih dalam proses pembahasan.

"Masih pembahasan dan pendapat publik masih kami dengar sampai saat ini. Kami juga memastikan semua aspirasi akan kami tampung dengan baik," kata Melki, Selasa 6 Juni.

Seperti diketahui penolakan terhadap RUU Kesehatan oleh sejumlah OP disebabkan oleh sejumlah hal. Para nakes yang menolak RUU tersebut menilai akan terjadi kriminalisasi jika RUU Kesehatan disahkan karena ada penghilangan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi di mana RUU ini mencabut undang-undang (UU) soal dokter, UU soal dokter gigi, UU soal perawat, dan UU soal bidan, UU soal tenaga kesehatan, UU soal rumah sakit.

Pada RUU Kesehatan, wewenang OP juga tidak lagi tunggal. Wewenang OP yang hilang tersebut terkait dengan pemberian ‘rekomendasi’ untuk mendapatkan surat izin praktek. Ada juga pertentangan mengenai pasal terkait tembakau dan alkohol.

Adapun massa yang melakukan unjuk rasa terkait RUU Kesehatan berasal dari 5 OP yakni IDI, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Melki memastikan, proses ruang diskusi masih terbuka untuk menerima masukan dari berbagai OP dan stakeholder terkait.

"Masukan dari OP, rumah sakit, Puskesmas, akademisi, teman-teman nakes di mana saja. Dan juga tentu para pasien kami juga mendengarkan keluhan mereka, kami tampung semua agar dapat dirumuskan dalam RUU Kesehatan ini sehingga menjadi persembahan sebagai ulang tahun kemerdekaan kali ini," papar Melki.

Komisi IX bersama-sama dengan Pemerintah pun disebut selalu berdiskusi dengan pihak-pihak terkait dalam pembahasan RUU Kesehatan. Menurut Melki, masukan dari berbagai elemen juga masuk ke dalam substansi RUU.

"Karena sebenarnya dalam berbagai pertemuan yang telah dilakukan selama ini sudah didengarkan masukan dari teman-teman di OP dan sudah jadi rumusan DPR RI," ujarnya.

Melki menambahkan, sejak penyusunan RUU Kesehatan di Badan Legislasi (Baleg), DPR sudah melibatkan semua pihak, termasuk pimpinan-pimpinan OP Nakes.

“Tentunya juga ada dari IDI. Public hearing pemerintah sudah juga, saat masuk tahap pembahasan di komisi lX sudah diundang 2 kali konsultasi publik bersama pihak lainnya juga ke fraksi atau anggota panja,” sebut Melki.

Komisi IX DPR RI menyadari, memang tidak semua masukan bisa dipenuhi karena ada banyak kepentingan yang harus diakomodir. Walau begitu, Melki mengatakan ada banyak praktisi-praktisi kesehatan yang mendukung lahirnya RUU Kesehatan Omnibus Law demi kebaikan yang lebih besar.

"Banyak pribadi pribadi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang mendukung pembahasan RUU Kesehatan dilanjutkan sampai selesai sesuai aspirasi banyak pihak," ucapnya.

“Sampai saat ini pembahasan terbuka mendengar masukan semua OP dan komunikasi dengan OP berjalan baik dengan anggota-anggota panja,” imbuh Melki.

Legislator dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II ini pun menegaskan bahwa isu kriminalisasi terkait profesi Nakes tidak terjadi dalam rumusan RUU Kesehatan. Bahkan di RUU Kesehatan, kata Melki, OP diberikan mandat menyelesaikan masalah pidana melalui jalur internal sebelum dibawa ke ranah hukum.

"Terkait dengan catatan teman-teman OP untuk urusan liberalisasi, juga kami jaga betul agar nasionalisme kemandirian kesehatan tetap berjalan. Isu-isu kriminalisasi juga kami pastikan bahwa pasal-pasal terkait kriminalisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis kita jaga betul agar tidak terjadi," jelasnya.

Terkait isu akan banyaknya tenaga kesehatan asing dan produk-produk kesehatan dari luar negeri yang diklaim diakomodir melalui RUU Kesehatan, Melki mengatakan hal itu tidak benar. Sebab akan ada berbagai persyaratan yang bersifat tertentu dan khusus mengenai hal tersebut.

"Kemudian juga isu-isu terkait dengan bagaimana kita memastikan bahwa tenaga kesehatan di Indonesia menjadi tuan rumah. Oleh karena itu akan kita perkuat," ungkap Melki.

Di sisi lain, Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan ini berharap agar setiap masukan dalam RUU Kesehatan hadir dengan semangat untuk membangun pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dengan begitu, menurut Melki, beleid ini akan menjadi pendobrak reformasi pelayanan kesehatan di Indonesia.

"Sebagian besar yang kita bahas soal bagaimana pembenahan soal isu-isu besar tentang kesehatan yang perlu kita perbaiki. Agar tenaga kesehatan di tanah air lebih berkualitas, lebih merata, serta bisa menjangkau sebanyak-banyaknya orang dengan kualitas yang memadai sampai ke ujung negeri," tuturnya.

Untuk diketahui, RUU Kesehatan Omnibus Law akan mengubah paradigma kebijakan kesehatan dengan memprioritaskan pencegahan masyarakat dari jatuh sakit melalui penguatan promotif dan preventif.

Di samping itu, RUU Kesehatan mengatur agar mutu pelayanan rumah sakit dapat ditingkatkan, industri alat kesehatan dan farmasi dalam negeri dapat lebih maju. Tujuannya adalah untuk dapat menciptakan banyak lapangan kerja dan membuat harga obat menjadi lebih murah.

Lebih lanjut, RUU Kesehatan akan mendorong riset berbasis genetik, sehingga Indonesia dapat memproduksi obat-obatan canggih dan presisi serta memberi landasan hukum untuk layanan telemedisin yang hingga saat ini belum teregulasi.

RUU Kesehatan yang merupakan inisiatif Pemerintah ini juga diharapkan akan memperbaiki krisis dokter spesialis sehingga kecukupan akan dokter dan dokter spesialis di seluruh Indonesia dapat dicapai dalam 5 tahun ke depan. Tanpa RUU ini, diprediksi kecukupan dokter spesialis baru akan tercapai dalam lebih dari 30 tahun ke depan.

Melki pun berharap OP yang menolak RUU Kesehatan bersedia membuka ruang diskusi sehingga akan ada jalan tengah dari setiap permasalahan. Apalagi polemik yang diperdebatkan hanya sebagian kecil dari isi naskah RUU Kesehatan.

Komisi IX DPR berharap jangan sampai aksi penolakan berakhir dengan ancaman mogok kerja nasional seperti yang disampaikan 5 OP nakes tersebut. Ancaman mogok kerja dinilai akan mengganggu proses pelayanan kesehatan.

“Nakes adalah profesi yang memiliki tugas mulia dalam memberi pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia. Menyalurkan aspirasi adalah hak, tapi jangan sampai lupa pada tanggung jawab sehingga pelayanan kesehatan masyarakat menjadi terganggu,” imbau Melki.

“Karena sebagian besar dari RUU Kesehatan terkait langsung dengan perbaikan pelayan kesehatan yang artinya untuk kepentingan masyarakat luas,” pungkasnya.