JAKARTA - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengemukakan 85 persen kebijakan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berkaitan langsung dengan perbaikan pelayan kesehatan.
"Jika melihat isi dari RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah, justru sekitar 85 persen terkait langsung dengan perbaikan pelayan kesehatan," kata Siti Nadia dilansir ANTARA, Senin, 5 Juni.
Sedangkan sisanya 15 persen dari isi RUU Kesehatan dijadikan bahan protes dan polemik oleh organisasi profesi. "Seolah-olah RUU ini isinya hanya tentang wewenang organisasi profesi dan bukan tentang kepentingan masyarakat luas," katanya.
Nadia mengatakan isu yang diangkat dalam rangkaian aksi penolakan RUU Kesehatan mengatur terkait sumber daya tenaga kesehatan yang di dalamnya ada pengaturan, antara lain tentang wewenang penerbitan izin untuk praktik, pendidikan dokter spesialis, perlindungan hukum untuk tenaga kesehatan, dan eksistensi organisasi profesi.
Pernyataan tersebut disampaikan Nadia menjawab aksi damai tenaga medis dan kesehatan yang menuntut penghentian pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Aksi itu melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), serta banyak forum tenaga kesehatan dan masyarakat kesehatan.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam menyoroti tentang rencana penerapan multi-organisasi profesi medis di Indonesia, sebab berisiko menimbulkan standar ganda dalam penegakan etika profesi yang dapat merugikan pasien.
“Padahal ada juga profesi lain dalam undang-undang juga disebutkan organisasi tunggalnya, misalnya notaris, akuntan, arsitek, psikolog. Hal yang sama seharusnya berlaku juga untuk profesi medis dan tenaga kesehatan karena menyangkut standar untuk keselamatan dan nyawa manusia," katanya.
Menjawab hal itu, Nadia mengatakan pemerintah mengusulkan agar RUU Kesehatan tidak mengatur pembentukan organisasi profesi. UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 menjamin setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
"Oleh karena itu pembentukan organisasi profesi sebagai lembaga masyarakat nonpemerintah dikembalikan kepada profesi masing-masing dan memiliki peran membantu pemerintah dalam melakukan pembinaan keprofesian," katanya.