Bagikan:

JAKARTA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menginventarisasi sejumlah daftar masalah yang menghambat upaya perbaikan layanan kesehatan melalui agenda Public Hearing terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

"Apa pun yang kita ubah, prinsip saya harus meningkatkan layanan kesehatan masyarakat, bukan buat dokter, rumah sakit, apoteker, menteri dan lainnya, tapi untuk masyarakat," kata Budi Gunadi Sadikin saat memimpin agenda Public Hearing RUU Kesehatan di gedung Kemenkes, Jakarta, dilansir ANTARA, Rabu, 15 Maret.

Menurut Budi, ikhtiar memperbaiki pelayanan kesehatan ditempuh Kemenkes melalui implementasi Transformasi Kesehatan yang menyasar enam pilar, di antaranya layanan primer, rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan.

Budi mengtakan dasar yang melatarbelakangi transformasi kesehatan di antaranya pengalaman Indonesia selama menghadapi pandemi COVID-19.

Upaya merealisasikan RUU Kesehatan berbekal filosofi yang tercantum dalam Pasal 28 dan 34 UUD 1945 yang memandatkan negara hadir memenuhi hak layanan kesehatan bagi setiap orang di Indonesia, kata Budi menambahkan.

"Target kami untuk masyarakat. Itu berkaitan dengan Pasal 34 UUD 1945, negara harus hadir. Kalau izin praktik susah, negara harus hadir, kalau distribusi tidak merata, negara hadir," katanya.

Agenda yang bertempat di gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta, dihadiri organisasi profesi dari Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), pemerhati pendidikan dan pelayanan kesehatan, Forum Dokter Susah Praktik (FDSP), dan Forum Dokter Pejuang Surat Tanda Registrasi (FDP-STR).

Dalam public hearing, salah satu yang disorot Menkes Budi adalah jumlah dokter yang masih kurang di Indonesia.

Data Kemenkes melaporkan, Indonesia masih membutuhkan sekitar 400 dokter spesialis jantung. Tapi saat ini dari 92 fakultas kedokteran, hanya ada 20 di antaranya yang memiliki program studi spesialis, sehingga membutuhkan waktu produksi yang lama.

Kekurangan dokter spesialis terbanyak dialami layanan kebidanan dan kandungan sebanyak 3.941 dokter, dokter spesialis kesehatan anak 3.662 dokter, dokter penyakit dalam 2.581 dokter.

Dengan jumlah dosen dan kuota mahasiswa per dosen saat ini, fakultas kedokteran di Indonesia diperkirakan membutuhkan 1,36 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, 2,26 tahun untuk dokter spesialis kesehatan anak, 3,23 tahun untuk dokter spesialis penyakit dalam.

Menurut Budi, Kemenkes telah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk menambah kuota penerimaan beasiswa dokter spesialis dan sub-spesialis.

Selain itu, Budi juga menyorot tentang pentingnya peningkatan layanan primer melalui RUU Kesehatan. "Dalam RUU ini banyak topik mengenai penguatan layanan primer, melalui skrining, posyandu, laboratorium kesehatan masyarakat, sehingga didapat data kasus, itu semua diintegrasikan dengan teknologi. Vaksinasi juga kami dorong, ada sekitar 10 hingga 12 program," katanya.

Budi mengatakan, saat ini terdapat sekitar 3.000 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah dirangkum dalam 400 lebih pasal di RUU Kesehatan, dan baru 100 DIM di antaranya yang dibahas.

Ia juga berkomitmen RUU Kesehatan akan membahas RUU Omnibus Law Kesehata ini secara transparan. Masyarakat bisa berpartisipasi melalui public hearing website yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan.

Sebagai bagian dari proses partisipasi publik, masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan terkait penyusunan materi RUU Kesehatan melalui laman ini.

Secara paralel, Kemenkes juga menyelenggarakan berbagai kegiatan partisipasi publik secara Luring dan Daring di mana jadwal kegiatan tercantum juga dalam laman tersebut.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengirimkan draf RUU Kesehatan kepada pemerintah pada pekan lalu untuk dibahas bersama, setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna pada Februari 2023.

Presiden telah menunjuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebagai koordinator wakil pemerintah untuk membahas RUU ini bersama DPR. Menteri lain yang ditunjuk termasuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Selanjutnya Menteri Kesehatan akan mengoordinasikan penyusunan Daftar Isian Masukan (DIM) RUU bersama dengan Menteri lain yang ditunjuk dan kementerian/lembaga terkait, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana.