DPR Jamin Aspirasi Nakes Soal RUU Kesehatan akan Dipertimbangkan
Photo by SJ Objio on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Tenaga kesehatan (nakes) dari 5 organisasi profesi (OP) melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan. Pimpinan DPR memastikan akan memperhatikan aspirasi dari para nakes terkait RUU yang akan menjadi Omnibus Law itu.

“Pada prinsipnya, DPR RI siap mendengarkan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi profesi tenaga kesehatan mengenai pembahasan RUU Kesehatan,” kata Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, Senin 5 Juni.

“Kita bersyukur teman-teman nakes melakukan aksi secara damai,” tuturnya.

Pria yang akrab disapa Gus Imin ini mengatakan, DPR RI selalu terbuka untuk ruang dialog dalam pembahasan setiap rancangan undang-undang. Untuk pembahasan RUU Kesehatan sendiri, Komisi IX DPR telah mengawal aspirasi dari seluruh pihak, termasuk dari berbagai organisasi profesi tenaga kesehatan.

“Dan jika dirasa masih ada aspirasi yang belum terakomodir, DPR siap memperhatikan, berdiskusi dan mempertimbangkannya bersama dengan Pemerintah,” ungkap Gus Imin.

Dalam penyusunan RUU Kesehatan, DPR dipastikan memperhatikan dan mempertimbangkan setiap tuntutan dan aspirasi dari masyarakat. Gus Imin berharap penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus law itu dilakukan secara menyeluruh, teliti, dan melibatkan pemangku kepentingan terkait.

“Dengan begitu, harapannya tidak ada pengaturan yang luput dan kontradiksi selama penyusunan RUU Kesehatan,” sebutnya.

Sejumlah isu yang dibawa dalam aksi unjuk rasa ini seperti mengenai pelayanan kesehatan di mana massa aksi menilai ada penghilangan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi. Massa juga keberatan karena RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus law akan mencabut undang-undang (UU) soal dokter, UU soal dokter gigi, UU soal perawat, dan UU soal bidan, UU soal tenaga kesehatan, UU soal rumah sakit.

Selain itu, RUU Kesehatan akan menghilangkan sebagian kewenangan organisasi profesi. Pada RUU ini, wewenang OP tidak lagi tunggal. Wewenang OP yang hilang tersebut terkait dengan pemberian ‘rekomendasi’ untuk mendapatkan surat izin praktek. Ada juga pertentangan mengenai pasal terkait tembakau dan alkohol.

Gus Imin berharap, RUU Kesehatan tidak terburu-buru disahkan. Sebab RUU Kesehatan masih mengandung sejumlah kontroversi.

“RUU Kesehatan ternyata mengalami kontroversi yang cukup serius, ada dua pendapat yang dominan, yang pertama organ-organ dari kekuatan lembaga profesi merasa objektivitas terganggu tetapi di sisi yang lain masyarakat pada umumnya tidak ingin ada sentralisasi kekuasaan dalam pelaksanaan manajemen kesehatan," papar Gus Imin.

Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII itu menambahkan, substansi RUU Kesehatan perlu dibicarakan secara tuntas dan bebas kontroversi. Gus Imin meminta agar dicarikan jalan keluar dari polemik yang masih ada pada RUU Kesehatan.

"Saya kira Komisi IX dan Panitia yang membahas UU ini bersama Pemerintah harus mendetailkan ulang, sehingga tidak terjebak satu sisi atau meninggalkan sisi yang lain. Jadi ini harus dibicarakan sampai tuntas, tidak perlu tergesa-gesa (disahkan)," ujarnya.

"Yang paling penting produk RUU Omnibus Law Kesehatan ini betul-betul melayani masyarakat secara baik dan murah," tutup Gus Imin.