JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Silmy Karim menegaskan komitmennya untuk melakukan pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap warga negara Indonesia (WNI) saat meninjau perbatasan Indonesia dan Malaysia.
"Dalam hal permasalahan TPPO melalui perbatasan, isunya bukan hanya di tempat pemeriksaan imigrasi, melainkan juga tentang masalah yang terjadi di sepanjang perbatasan," ujar Silmy dilansir ANTARA, Selasa, 6 Juni.
Silmy meminta kepada masyarakat untuk berperan aktif memberikan informasi terkait dengan perbatasan.
Bagi Silmy, maraknya TPPO menunjukkan pentingnya edukasi kepada masyarakat.
Kantor imigrasi hendaknya mampu memberikan pemahaman akan bahaya TPPO dan menjelaskan gambaran yang mungkin terjadi jika seseorang terjebak TPPO.
"Yang dijanjikan agen/calo pemberi kerja tidak sesuai dengan kenyataan. Sampai di lokasi paspor ditahan, dipekerjakan tidak sesuai dengan perekrutan awal, tidak dibayar gajinya, dan sebagainya," ujar Silmy.
Hal ini disebabkan PMI yang masuk secara ilegal membuat posisi tawar mereka menjadi lemah serta menerima perlakuan yang kejam.
Lebih lanjut Silmy mengutarakan alasan kedatangannya untuk melihat langsung kondisi di perbatasan, menghimpun informasi serta berdiskusi terkait permasalahan yang dihadapi.
Dalam lawatannya, Silmy sekaligus menyeberang ke negeri jiran Malaysia dan akan bertemu dengan Dirjen Imigrasi Malaysia untuk membahas permasalahan yang ada.
"Buat kami, yang terpenting negara harus hadir saat rakyatnya memiliki masalah dan bagaimana memberikan pelayanan terbaik," ujarnya.
Khusus dalam hal penahanan paspor oleh pemberi kerja, kata Silmy, imigrasi dapat memberikan paspor baru atau bagi yang bermasalah dapat diberikan SPLP (surat perjalanan laksana paspor) saat paspornya ditahan majikan.
"Ini kami duduk bersama, kami urai masalahnya," ujarnya.
BACA JUGA:
Selain edukasi, peran imigrasi juga vital dalam pencegahan TPPO dari hulu, terutama dalam penerbitan paspor.
Imigrasi akan mengupayakan mekanisme agar pengecekan persyaratan permohonan paspor ke instansi terkait bisa lebih cepat, mudah, dan akurat untuk mengurangi pemalsuan dokumen persyaratan paspor.
Selain itu, setiap pemohon juga harus mencantumkan penjamin atau pihak yang menjamin bahwa informasi yang diberikannya benar.
Terkadang pemohon memberikan keterangan tidak benar dan melampirkan dokumen yang tidak valid, baik dalam hal usia mupun identitas lain. Ketika di-black list mereka berusaha untuk menggunakan identitas baru agar dapat memperoleh paspor kembali.
"Dengan semangat tinggi, kami bersama-sama dengan instansi terkait mendukung pemberantasan TPPO karena sangat bertentangan dengan human rights (hak asasi manusia)," kata Silmy.