BOGOR - Guna pencegahan penerbitan paspor dengan identitas palsu, Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bogor memperketat tahapan wawancara bagi setiap orang pemohon.
Hal itu juga bertujuan untuk pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) agar nol kasus dari masalah pemalsuan paspor.
Secara umum Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bogor, Ruhiyat M Tolib menerangkan hingga sat ini permohonan paspor masyarakat di wilayah Bogor terlayani dengan baik. Semua pemohon dan paspor yang keluar hingga saat ini sudah memehuhi prosedural dan mengedepankan pencegahan TPPO.
Merujuk data dalam tiga bulan terakhir, Kantor Imigrasi Bogor telah melakukan penolakan terhadap 10 permohonan paspor yang terindikasi akan bekerja ke luar negeri secara non prosedural dan diduga kuat korban TPPO.
Kata dia, faktor-faktor penyebab TPPO di Indonesia, seperti faktor ekonomi, geografis, hingga sosial-budaya. Dari sisi Keimigrasian, pembuatan paspor di Bogor termonitor dengan baik.
"Sesuai aturan, sudah cukup ketat untuk mengidentifikasi kesesuaian identitas. Tidak ada laporan keluhan pemohon, semua sejauh ini semua prosedur ketat, yang tidak sesuai ditolak," kata Ruhiyat, Sabtu, 9 November.
Ruhiyat menerangkan, penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 49 Tahun 2023.
TPPO mencakup unsur proses, cara, dan tujuan eksploitasi, yang bisa meliputi perekrutan, pengangkutan, dan pemanfaatan korban untuk berbagai bentuk eksploitasi seperti praktik prostitusi, kerja paksa, menjadi operator judi online hingga perdagangan organ tubuh .
Peran imigrasi untuk mencegah TPPO adalah melakukan wawancara mendalam kepada setiap pihak yang mengajukan pembuatan paspor. Dengan melakukan wawancara mendalam, papar Ruhiyat, pihak imigrasi bisa mengetahui alasan sesungguhnya di balik pengajuan paspor.
"Andai ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan di kemudian hari atau data dirasa kurang lengkap, maka permohonan dapat ditangguhkan atau ditolak," katanya.
Menurut Ruhiyat, Imigrasi Bogor selalu memeriksa bukti otentik identitas para pemohon.
"Sebagian besar penolakan karena pemohon tidak bisa menunjukan bukti otentik identitas dap persyaratan paspor atau ada juga yang kurang meyakinkan saat menjawab beberapa pertanyaan petugas. Bahkan ada juga yang saat wawancara menyatakan akan bekerja ke luar negeri tapi tidak tahu apa yang akan dikerjakan di sana," paparnya.
Selain pengawasan melalui sistem, guna pencegahan terjadinya tindak perdagangan orang, Kantor Imigrasi Bogor membentuk Desa Binaan di Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dengan menerjunkan petugas untuk mengedukasi masyarakat mulai dari tingkat desa.
Ruhiyat menyebut, pembentukan Desa Binaan Imigrasi bertujuan memberikan informasi dan edukasi di daerah yang penduduknya terdapat PMI (Pekerja Migran Indonesia), sebagai langkah pencegahan potensi perdagangan orang.
BACA JUGA:
"Upaya pencegahan ini juga berkolaborasi aktif dengan instansi terkait seperti BP3MI, kepolisian, TNI, Kecamatan, Desa, serta tokoh masyarakat dalam pembentukan Desa Binaan Imigrasi," ujarnya.
Ruhiyat menambahkan, sosialisasi Desa Binaan Imigrasi lanjutan menjadi agenda penting yang akan dilaksanakan untuk mengedukasi masyarakat setempat.