JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Pepen Nazaruddin sebagai saksi dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) COVID-19.
Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk salah seorang tersangka Adi Wahyono.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AW," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 22 Januari.
Selain memeriksa Pepen, KPK juga memeriksa sejumlah pihak untuk tersangka yang sama. Mereka adalah Senior Assistance Vice President Bank Muamalat Indonesia Agustri Yogasmara, swasta bernama Yanse, Sekretaris PT Pertani Muslih dan staf ahli Menteri Sosial, Kukuh Ari Wibowo.
BACA JUGA:
Dalam perkara yang sama, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap 2 saksi untuk tersangka Ardian IM. Mereka adalah Direktur PT Integra Padma Mandiri Fera Sri Herawati dan swasta dari PT Pesona Berkah Gemilang Abdurahman.
Sebelumnya, KPK juga pernah melakukan pemeriksaan terhadap Pepen. Saat itu, KPK mendalami proses penentuan rekanan pengadaan bansos.
Tak hanya itu, penyidik komisi antirasuah juga telah melakukan penggeledahan di kediaman Pepen dan hasilnya sejumlah dokumen diamankan dan akan ditelisik lebih jauh karena diduga terkait dengan kasus dugaan suap ini.
Diketahui, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk Menteri Sosial non-aktif Juliari Batubara.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.
Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
KPK menduga disepakati adanya fee dari paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial. Adapun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.
Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik Matheus dan penunjukannya diketahui Juliari.
Pada pendistribusian bansos tahap pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp 8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
Dalam operasi senyap ini, KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang sudah disiapkan dari pemberi suap yakni AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung. Uang Rp14,5 miliar disimpan di sejumlah koper dan tas serta terdiri dari pecahan rupiah dan uang asing.