Tiga Tersangka Korupsi Proyek MTQ Aceh Barat Ditahan Kejaksaan
Kejaksaan Negeri Aceh Barat melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek timbunan lokasi MTQ senilai Rp1,9 miliar di Dinas Syariat Islam/ANTARA

Bagikan:

MEULABOH - Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Aceh resmi melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek timbunan lokasi MTQ senilai Rp1,9 miliar di Dinas Syariat Islam kabupaten setempat pada tahun 2020.

“Tiga orang tersangka ini kita tahan selama 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Meulaboh,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Siswanto dilansir ANTARA, Selasa, 23 Mei.

Adapun tiga tersangka yang ditahan tersebut terdiri atas SA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Perumahan dan permukiman (Perkim) Kabupaten Aceh Barat. Kemudian MS selaku pelaksana kegiatan serta IS selaku pemilik perusahaan.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka, setelah Kejaksaan Negeri Aceh Barat menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp399 juta lebih, sesuai hasil audit oleh BPKP Provinsi Aceh.

Pihaknya juga menemukan data proyek volume pekerjaan sesuai kontrak yang seharusnya diselesaikan oleh pihak rekanan sebesar 12.358,87 meter kubik.

Namun volume pekerjaan yang dikerjakan oleh rekanan sebesar 9.029,63 meter kubik.

“Volume pekerjaan timbunan yang diduga tidak dikerjakan oleh pihak rekanan sebesar 3.329,24 meter kubik,” kata Siswanto menambahkan.

Dalam kasus yang sedang dilakukan penyidikan tersebut juga terungkap, bahwa pelaksanaan kegiatan timbunan lokasi Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Kabupaten Aceh Barat senilai Rp1,9 miliar diduga kuat uangnya dicairkan 100 persen sebelum pelaksanaan kegiatan timbunan selesai.

“Sesuai kontrak, waktu pelaksanaan kegiatan timbunan lokasi MTQ tersebut selama 120 hari kalender terhitung sejak tanggal 1 September 2020 sampai dengan tanggal 29 Desember 2020,” kata Siswanto.

Selanjutnya pada tanggal 3 Desember 2020 antara tersangka SA selaku PPK dan tersangka MS selaku pelaksana pekerjaan timbunan, dengan menggunakan CV. Berkah Mulya Bersama sepakat menyatakan bahwa pekerjaan tersebut sudah selesai 100 persen.

“Sedangkan fakta di lapangan, pekerjaan baru dikerjakan lebih kurang 60 persen,” kata Siswanto.

Dengan pertimbangan agar anggarannya dapat dicairkan 100 persen pada bulan Desember 2020 mengingat kontrak berakhir pada tanggal 29 Desember 2020.

Kemudian pada tanggal 22 Desember 2020 diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pembayaran 100 persen ke rekening tersangka MS, sedangkan pekerjaan baru sekitar 60 persen.

Siswanto mengatakan sebelum pelaksanaan kegiatan dilaksanakan oleh CV Berkah Mulya Bersama, pada tanggal 18 September 2020 juga telah dilakukan pencairan uang muka sebesar 30 persen atau senilai Rp572.744.700 yang ditransfer ke rekening tersangka MS.

Selanjutnya pada tanggal 3 Desember 2020 antara tersangka SA selaku PPK dan tersangka MS selaku pelaksana pekerjaan timbunan tersebut, dengan menggunakan CV. Berkah Mulya Bersama sepakat menyatakan bahwa pekerjaan tersebut sudah selesai 100 persen, sedangkan pekerjaan baru dikerjakan lebih kurang 60 persen.

Adapun nilai kontrak timbunan tersebut sebesar Rp1.909.149.000, PPN Rp 173.559.000, PPH Rp 52.067.700, Infaq Rp9.545.745, serta nilai untuk pelaksanaan: Rp1.673.976.555.

“Berdasarkan perhitungan ahli dari Universitas Teuku Umar nilai yang dikerjakan Rp1.274.533.931.81, sehingga terjadi kerugian negara berdasar Audit BPKP perwakilan Aceh sebesar Rp399.442.623, kata Siswanto.