Profil Tjio Wie Tay Pemilik dan Perjalanan Panjang Kejayaan Toko Buku Gunung Agung
Tjio Wie Tay/Haji Masagung (dokumen istimewa)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Toko buku Gunung Agung harus tumbang lantaran mengalami masalah finansial. Toko buku legendaris ini resmi menutup seluruh cabang atau outletnya pada tahun 2023. Masyarakat pun penasaran dengan profil Tjio Wie Tay pemilik Gunung Agung dan perjalanan toko buku yang gerainya tersebar di berbagai kota ini.

Setelah mewarnai dunia perbukuan sejak tahun 1953, masa kejayaan toko buku Gunung Agung harus berakhir. Tutupnya toko buku Gunung Agung tentunya menjadi kabar sedih bagi para pecinta buku. Terutama bagi booklovers gen Y dan gen Z yang punya kenangan membeli buku di Gunung Agung. 

Kabar rencana toko buku Gunung Agung berhenti beroperasi sebenarnya sudah terdengar sejak adanya PHK massal yang dilaporkan oleh serikat pekerja. Lantas seperti apa profil Tjio Wie Tay sebagai pemilik toko buku Gunung Agung dan bagaimana lika-liku eksistensi toko buku yang pernah populer pada masanya ini?

Profil Tjio Wie Tay

Tjio Wie Tay, yang kerap disapa Haji Masagung, lahir di Jakarta pada 8 September 1927. Pria keturunan Tionghoa ini telah meninggal dunia pada 24 September 1990 di usianya yang ke 63 tahun. 

Tjio Wie Tay adalah anak keempat dari pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio. Masa kecil Tjio dilalui bersama keluarganya tinggal di Bogor. Perjalanan hidup Tjio tidaklah mudah karena ia harus kehilangan ayahnya saat berusia 4 tahun. 

Masagung kecil merupakan sosok yang sedikit nakal. Ia kerap mencuri buku sekolah milik kakaknya untuk dijual. Akibat sikapnya yang nakal, ia bahkan tidak dapat menyelesaikan sekolahnya. Masa kecil Masagung dijalani dengan hidup yang keras. Saat masih anak-anak, ia pernah menjadi ‘manusia karet’ hingga pedagang rokok keliling untuk bertahan hidup. 

Namun pengalaman-pengalaman yang berat tersebut justru membentuk karakternya menjadi laki-laki tangguh dan pemberani saat dewasa. Masagung kepikiran untuk mendirikan Tay San Kongsie, cikal bakal toko buku Gunung Agung. Ia mendirikan Tay San Kongsie bersama beberapa rekannya, yaitu The Kie Hoat dan saudagar rokok Lie Tay San. 

Awalnya, Tay San Kongsie hanya menjual rokok. Namun mereka kemudian mencoba beralih ke penjualan buku-buku bekas Belanda. Lantaran keuntungan penjualan buku lebih besar, mereka pun memutuskan untuk fokus jualan buku. 

Pada tahun 1951, Tjio Wie Tay menikah dengan Hian Nio. Setelah berumah tangga, ia terus mengembangkan bisnisnya menjadi lebih besar. Kemudian ia terpikirkan untuk mengganti nama toko bukunya menjadi Gunung Agung. Nama Gunung Agung diambil dari terjemahan namanya sendiri ‘Wie Tay’ yang artinya gunung besar. 

Perjalanan Toko Buku Gunung Agung

Toko buku Gunung Agung sudah berdiri sejak tahun 1953. Awalnya toko buku ini bermula di sebuah kios kecil di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Seiring berjalannya tahun, toko buku yang didirikan oleh Tjio Wie Tay ini pun makin berkembang dan dikenali banyak orang. 

Tjio Wie Tay rutin menggelar pameran buku hingga mengantarkannya bertemu sosok Bung Karno. Nama besar Presiden RI ke 1 tersebut membawa pengaruh baik terhadap perkembangan toko buku Gunung Agung. Pada tahun 1963, Tjio mengundang Bung Karno untuk meresmikan gedung baru tokonya. 

Sejak itu toko buku Gunung Agung melakukan ekspansi dengan membuka cabang toko di berbagai kota di Indonesia. Toko buku ini biasanya terdapat di pusat perbelanjaan kota-kota besar. Selain itu, toko buku Gunung Agung juga melebarkan sayap bisnis dengan membuka gerai di luar negeri, seperti Jepang dan Malaysia. 

Demikianlah profil Tjio Wie Tay dan perjalanan toko buku Gunung Agung hingga akhirnya harus gulung tikar karena masalah keuangan. Selain mengoperasikan toko buku, Tjio Wie Tay juga memiliki bisnis lain di bidang retail, perhotelan, dan pariwisata. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.