JAKARTA - Menghentikan penyebaran berita bohong tentang virus corona atau COVID-19 dapat membantu menyelamatkan nyawa atas wabah tersebut. Demikian hasil analisis dari ilmuwan di East Anglia University (UEA) Inggris tentang bagaimana penyebaran informasi yang salah memengaruhi penyebaran penyakit.
"Ketika berbicara tentang COVID-19, ada banyak spekulasi, kesalahan informasi dan berita palsu yang beredar di internet --tentang bagaimana virus itu berasal, apa yang menyebabkannya dan bagaimana penyebarannya," kata profesor bidang farmasi UEA Paul Hunter, yang juga memimpin penelitian ini, melansir Reuters.
"Informasi yang salah yang beredar dengan cepat akan menjadi sangat buruk, maka itu bisa mengubah perilaku manusia dalam mengambil risiko yang besar," tambahnya.
Sebab, baginya, berita palsu dibuat tanpa menghormati keakuratan, dan seringkali didasarkan pada teori konspirasi.
Hunter mengatakan, penelitian mereka fokus pada tiga penyakit menular lainnya --flu, monkeypox dan norovirus--, tetapi analisis mereka ini dapat berguna untuk menangani wabah coronavirus atau COVID-19..
BACA JUGA:
Untuk studi ini, para peneliti menciptakan simulasi teoritis wabah norovirus, flu dan monkeypox.
Dari sini, mereka meneliti studi perilaku di kehidupan nyata, bagaimana berbagai penyakit menyebar, masa inkubasi dan waktu pemulihan, dan kecepatan dan frekuensi posting media sosial serta ketika informasi itu dibagikan di kehidupan nyata.
Mereka juga menghitung betapa rendahnya kepercayaan sejumlah masyarakat pada otoritas terkait dan lebih suka dengan hal-hal yang berbau konspirasi.
Hunter menambahkan, hal yang paling mengkhawatirkan adalah kecenderungan orang lebih suka membagikan informasi buruk di media sosial daripada informasi baik dari sumber tepercaya.
Selain itu, para peneliti menemukan, bahwa 10 persen pengurangan jumlah anjuran berbahaya di internet telah meringankan dampak dari keparahan wabah yang terjadi, sementara membuat 20 persen populasi tidak dapat membagikan anjuran salah juga memberikan dampak positif yang sama.