Bagikan:

JAKARTA - Indonesia meneken kontrak kerja sama dalam bidang pengembangan electric vehicle/EV atau teknologi baterai kendaraan dengan enam asosiasi dari empat negara di ASEAN, Selasa 9 Mei.

Dalam konferensi ASEAN Battery and Electric Vehicle Technology Conference (ABEVTC) yang digelar di Nusa Dua, Bali itu, nota kesepakatan ditandatangani oleh keempat negara selain Indonesia, yakni Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.

“Nota kesepakatan ini untuk melakukan riset bersama mengenai teknologi baterai EV di Indonesia, kita berharap dapat bekerja sama dengan peneliti lain di kawasan ASEAN, mendukung industri baterai yang ada di negara masing-masing,” ujar Direktur NCSTT, Leonardo Gunawan, ditemui di Bali, Selasa 9 Mei, disitat Antara.

Adapun keenam asosiasi tersebut adalah Singapore Batter Consortium (SBC), Thailand Energy Storage Technology Association (TESTA), NanoMalaysia Berhad, dan Electric Vehicle Association of the Philippines (EVAP), dan dua lembaga di Indonesia, yaitu National Center for Sustainable Transportation Technology (NCSTT) serta National Battery Research Institute (NBRI).

Leonardo menyebut, nota kesepakatan itu bertujuan membuka peluang kolaborasi penelitian dan pengembangan di bidang teknologi baterai EV dan mempromosikan ekosistem baterai di ASEAN, menuju sistem transportasi yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.

Selain itu, Leonardo mengatakan kolaborasi ini bertujuan untuk memajukan teknologi baterai termasuk dalam hal keselamatan dan standarisasi.

“Dengan ini kami berharap bisa membuat standar yang sama di kawasan ASEAN sehingga baterainya dapat dipertukarkan, bisa dipakai untuk kendaraan-kendaraan yang serupa, sehingga tiap industri otomotif EV tidak membuat baterai versi sendiri-sendiri, nah ini kalau bisa diseragamkan akan lebih terintegrasi,” ujar Leonardo.

Lebih lanjut, ia menyebut hingga saat ini, belum ada standarisasi yang menyeragamkan baterai pada kendaraan listrik di kawasan ASEAN, bahkan global. Hal ini, menurutnya, berdampak pada tingkat kepercayaan calon konsumen kendaraan listrik.

“Mestinya memang global mengarah pada standar baterai EV yang seragam, industri pasti butuh standarisasi sehingga konsumen akan tenang membeli produknya karena ada jaminan bahwa komponen yang dibutuhkan pasti bisa didukung oleh supplier lain,” kata Leonardo.

Pada kesempatan yang sama, Manajer Kemitraan NCSTT, Bentang Arief Budiman mengatakan, kolaborasi berbagai negara ASEAN ini juga bertujuan untuk lebih mematangkan teknologi baterai EV.

“Baterai EV itu teknologinya belum selesai, belum matang, karena densitas energi yang masih rendah, kita sedang berlomba-lomba bagaimana agar densitas energinya tinggi, minimal setara dengan mesin pembakaran internal dan kalau bisa pengisian dayanya juga cepat tidak berjam-jam,” tuturnya.

Pertemuan mengenai teknologi baterai EV pertama di ASEAN yang diselenggarakan hingga Kamis 11 Mei ini, diharapkan mampu menciptakan berbagai peluang baru, gagasan-gagasan inovatif, dan pertukaran pengetahuan di antara para profesional, akademisi, dan pembuat kebijakan dari negara-negara ASEAN.

Sementara di Indonesia, inkubasi riset dan penelitian mengenai baterai tersebut akan dilaksanakan di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).