JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengumumkan ambisi menjadi pemain penting dalam rantai pasok kendaraan global sejak akhir 2019. Mimpi tersebut tak lama lagi akan terwujud, Indonesia tak lama lagi akan memiliki industri pabrik baterai untuk kendaraan listrik (EV). Pabrik tersebut berlokasi di Karawang, Jawa Barat.
Berikut empat beberapa fakta mengenai proyek pabrik baterai listrik:
1. Beroperasi pada 2030 secara komersil
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan saat ini konstruksi atau pembangunannya sedang berjalan dan ditargetkan rampung pada September 2022. Pabrik baterai yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat ini akan beroperasi secara komersil pada 2023.
Pada tahap pertama, realisasi investasi ini dimulai dengan pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik senilai 1,1 miliar dolar AS di Karawang berkapasitas 10 Gigawat Hour (GWH). Pembangunan ini juga melibatkan pengusaha nasional di daerah dan UMKM.
"Karena untuk baterai 10 Giga itu akan selesai konstruksi September 2022, dan mulai produksi 2023 jadi insyaallah," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 17 September.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan, pabrik baterai mobil listrik ini merupakan bagian dari rencana investasi perusahaan asal Korea Selatan LG sebesar 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp142 triliun.
"Rencananya bangun pabrik katoda sama prekursor baterai 9,8 miliar dolar AS. Kapasitas 10 GW ini tadinya mau bangun 30 GW, 10 GW tahap pertama, selanjutnya 20 GW prekursor katode," ucapnya.
2. China hingga Eropa tertarik untuk berinvestasi
Bahlil mengatakan ada enam sampai tujuh perusahaan asing yang bakal menanamkan modal dalam proyek baterai listrik di Tanah Air. Saat ini, negara-negara tersebut masih melakukan negosiasi dengan pemerintah. Karena itu, Bahlil membantah hanya Korea Selatan saja yang diajak untuk bekerja sama.
"Jadi ini sekitar 6-7 negara yang akan masuk ke Indonesia (untuk investasi di proyek industri baterai listrik).. Jadi tidak benar kalau cuma Korea saja. Tidak boleh negara manapun mengatur Indonesia, tidak boleh. Jadi kita memberikan ruang investasi yang fair," katanya.
Lebih lanjut, Bahlil mengungkap bahwa sejumlah investor itu berasal dari Eropa, China, dan satu negara di Asia Tenggara. Namun, kata dia, saat ini hanya China yang sudah teken.
Adapun perusahaan asal China yang dimaksud adalah Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL). Perusahaan itu sudah teken kontrak investasi pada 2020 dan akan merealisasikannya tahun ini.
"Perkembangan sementara CATL proses, doain Insyaallah tahun ini sudah mulai ground breaking," ujarnya.
Sementara untuk salah satu negara di Asia Tenggara, kata Bahlil, ditargetkan akan teken kontrak investasi pada Oktober 2021 mendatang. Namun sayang, Bahlil enggan mengungkap identitas investor tersebut.
"Mungkin Oktober saya teken, baru saya umumkan. Kami di Kementerian Investasi punya aturan kalau sudah teken baru diumumkan. Minimal sudah diyakini benar masuk baru kita umumkan. Kalau setengah-setengah kita tidak mau umumkan," jelasnya.
3. Banyak negara tetangga cemburu dengan Indonesia
Bahlil Lahadalia mengungkap bahwa banyak negara yang cemburu dan ingin menghalangi Indonesia untuk menjadi produsen baterai dunia. Karena itu, kata dia, pemerintah perlu bertindak cepat memulai tahap awal pembangunan industri baterai listrik di Tanah Air.
Lebih lanjut, Bahlil mengaku sudah membaca gelagat negara tetangga yang tak ingin Indonesia maju dalam industri baterai mobil listrik tersebut. Kata Bahlil, negara-negara tersebut hanya ingin mengambil baku baterai dari Indonesia.
"Kita sadari, negara tetangga kita tidak ingin untuk Indonesia jadi salah satu negara produsen baterai di dunia. Mereka ingin ambil bahan baku di kita, tapi bikin di negara mereka supaya made in negara A, made in negara B. Kita baca gelagat ini," tuturnya.
Seperti diketahui, untuk pembuatan baterai dibutuhkan tiga bahan baku utama yaitu nikel, lithium dan kobalt. Untuk nikel, Indonesia menguasai sebesar 30 persen dari total dunia. Dibandingkan beberapa negara lain, keunggulan Indonesia yaitu memiliki nikel laterit.
Namun sayang, Bahlil tidak menyebutkan secara spesifik negara mana saja yang ingin mengalangi langkah Indonesia menjadi produsen baterai mobil listik dunia. Meski begitu, Bahlil menekankan bahwa Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki pabrik baterai listrik.
"Ini pertama kali di Indonesia, di Asia Tenggara. Untuk dunia ini kalau sudah bangun eksosistem salah satu yang pertama di dunia. Ini sudah akan terbangun di tahun 2022," ucapnya.
BACA JUGA:
4. Libatkan ribuan pekerja
Bahlil mengatakan bahwa proyek pabrik industri baterai listrik di Karawang, Jawa Barat bakal menyerap tenaga kerja sebanyak 1.100 tenaga kerja langsung. Dalam proses konstruksinya, pabrik baterai kendaraan listrik yang akan dikelola PT HKML Battery Indonesia itu diperkirakan akan menyerap 10 ribu hingga 13 ribu tenaga kerja.
"Ketika pabrik jadi, tenaga kerja langsung mencapai 1.100 orang," katanya.
Tak hanya itu, kata Bahlil, proyek ini juga aman menyerap tenaga kerja tidak langsung mulai dari subkontraktor, UMKM, makan, material hingga alat berat.
"Mulai kemarin juga mereka langsung kerja. Cut and field sudah jalan. Alat saja sudah sekitar 50-an unit. (Jika dihitung), sopir dengan helper saja sudah mencapai 100 orang lebih," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan ground breaking atau peletakan batu pertama pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Jawa Barat. Ia mengatakan bahwa Indonesia memberikan dukungan berupa kemudahan izin dan kepastian hukum untuk pengembangan industri hilirasasi tersebut.
Sekadar informasi, proyek tersebut merupakan realisasi investasi konsorsium LG dan Hyundai yang terdiri atas Hyundai Motor Company, KIA Corporation, Hyundai Mobis dan LG Energy Solition.
"Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, ground breaking Pabrik Industri Baterai Kendaraan Listrik PT HKML Baterai Indonesia saya nyatakan dimulai," kata Jokowi, dalam kegiatan peletakan batu pertama industri baterai kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu, 15 September.
Adapun proyek pembangunan baterai mobil listrik sebelumnya ditandai dengan nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian investasi dan konsorsium Hyundai serta LG pada Desember 2020.
Nantinya, konsorsium asal Korea Selatan bakal bermitra dengan Indonesia Baterai Corporation yang beranggotakan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina, PT Perusahaan Listrik Negara, dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd.