JAKARTA - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, kurangnya personel tenaga kesehatan (nakes) menjadi salah satu tantangan dalam memberikan penanganan pada pasien talasemia di Indonesia bagian timur.
“Jadi ada beberapa masalah, dari sebaran dokternya sendiri saja khusus untuk dokter spesialis hematologi dan onkologi anak, kami sangat-sangat terbatas di daerah timur,” kata Ketua Unit Kerja Koordinator Hematologi Onkologi IDAI Teni Tjitra Sari dalam Konferensi Pers Hari Talasemia Sedunia 2023 yang diikuti secara daring di Jakarta, Antara, Jumat, 5 Mei.
Teni menuturkan keterbatasan tenaga kesehatan membuka kemungkinan banyak kasus talasemia yang tidak terlacak atau pasien belum bisa diberikan penanganan medis sesuai tata laksana yang baik.
Ia mengatakan daerah Papua misalnya, jumlah dokter hematologi dan onkologi yang bertugas hanya ada satu orang. Itu pun baru selesai menempuh pendidikannya di sekolah kedokteran. Di Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) justru tidak memilikinya sama sekali.
“Mereka memang bisa berobat dan melakukan deteksi ke daerah barat atau tengah, tapi begitu kita kembali ke timur itu tidak ada yang menangani,” katanya.
Kurangnya jumlah tenaga kesehatan akhirnya juga berimbas pada terbatasnya ketersediaan alat maupun obat-obatan yang tersedia bagi pasien talasemia. Sebab, meski alat telah disediakan tidak ada yang bisa menggunakannya atau memberikan anjuran obat-obatan untuk pasien konsumsi.
“Dari sisi pasien juga begitu pula akhirnya, karena tidak ada dokternya, obat-obatannya makin susah, jadi dari segi pasien dia akan lebih sulit lagi (pengobatannya) kalau berada di wilayah timur,” ujarnya.
Teni khawatir bila situasi ini terus berlanjut, banyak penderitanya jadi tidak bisa diobati dengan baik dan membuat penanganan talasemia jadi tidak berkembang di Indonesia bagian timur.
Oleh karenanya dalam rangka memperingati Hari Talasemia Sedunia Tahun 2023 yang mengambil tema “Be Aware, Share, Care: Strengthening Education to Bridge the Thalassemia Care Gap” dan diperingati pada 8 Mei 2023 itu, dijadikan momentum untuk membenahi tata laksana yang ada, sehingga taraf hidup pasien talasemia dapat meningkat.
Ia juga meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk bersama-sama memperkuat sinergi dan kolaborasi untuk memperkuat deteksi dini agar kasus talasemia semakin banyak ditemukan dan ditangani.
BACA JUGA:
“Mudah-mudahan kita tunggu beberapa tahun lagi, beberapa dokter yang tadi kami rencanakan bisa kembali ke daerahnya, nanti didukung dari kementerian juga dan akhirnya teman-teman (pasien talasemia) yang di sana bisa terdeteksi. Jadi memang betul mungkin (kasus) tidak terdeteksi karena memang sarananya, sumber daya manusianya juga tidak ada, jadi kami juga sangat-sangat terbatas,” ujarnya.