Bagikan:

JAKARTA -  Sebelum menikah, pasangan perlu memeriksa penyakit keturunan atau kelainan genetik guna mengetahui risiko diturunkannya penyakit atau kelainan tersebut pada anak. Peneliti dan ahli genomik molekuler Drh. Safarina G. Malik, M.S., Ph.D mengatakan salah satu penyakit yang bisa dicegah adalah talasemia. 

"Disarankan supaya pre-marital screening supaya nanti bisa ketahuan apakah ada risiko," kata Safarina dikutip ANTARA, Senin, 19 Desember. 

Salah satu penyakit keturunan atau kelainan genetik yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah talasemia, yaitu kelainan darah yang ditandai dengan kurangnya hemoglobin dan jumlah sel darah merah dalam tubuh.

Menurut Safarina, jika kedua orang tua membawa sifat talasemia, maka akan lahir anak dengan talasemia mayor. Sehingga, kelahiran anak dengan talasemia mayor dapat dihindari dengan mencegah perkawinan dua orang pembawa sifat talasemia.

Ilmuwan, peneliti, dan ahli genomik molekuler Prof. dr. Herawati Sudoyo, M.Sc., Ph.D menambahkan, pemeriksaan kelainan genetik terkait talasemia tak hanya perlu dilakukan oleh pasangan sebelum menikah.

Menurutnya, jika orang tua sudah pernah melahirkan anak dengan talasemia, maka anaknya yang lain juga harus melakukan pemeriksaan.

"Jadi pasangan sebelum menikah dan pasangan yang telah punya anak talasemia dengan gejala klinik yang tinggi, ketika punya anak lagi periksa keadaan anak tersebut. Apakah mengalami mutasi berat atau tidak," ujar Herawati.

Pemeriksaan itu dinilai penting sebab jika memang anak mengalami talasemia, maka dapat dilakukan upaya-upaya untuk mencegah perburukan atau komplikasi dari penyakit tersebut.

Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan bahwa berdasarkan data Yayasan Talasemia Indonesia, peningkatan kasus talasemia terus terjadi dari tahun ke tahun. Pada 2012, tercatat 4.896 kasus talasemia dan jumlah tersebut meningkat menjadi 10.973 kasus pada Juni 2021.

Kemudian BPJS Kesehatan pada 2020 mencatat bahwa talasemia menempati posisi kelima di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke, dengan pembiayaan sebesar Rp2,78 triliun.