JAKARTA - Peran Anggota DPR dalam ikut memviralkan aspirasi publik yang disampaikan melalui media sosial memang harus dilakukan. Dengan pengikut yang banyak, anggota DPR memiliki juga pengaruh di media sosial, di samping tentunya pengaruh jabatan sebagai wakil rakyat.
"Kalau ada persoalan publik, di mana rakyat dizalimi atau coba dikriminalisasi oleh aparat, anggota DPR bisa ikut mencegahnya dengan ikut memviralkannya. Ini cara efektif ketika rapat-rapat untuk membahas persoalan itu masih harus terkendala waktu, masih harus diagendakan, dan sebagainya,” kata Analis Komunikasi Politik, Silvanus Alvin, Jumat 28 April.
Tugas konstitusional Anggota DPR adalah menyampaikan aspirasi rakyat melalui jalur parlemen. Namun ketika jalur parlemen dirasa terlalu birokratis sehingga perlu cukup waktu untuk menyampaikan aspirasi rakyat tersebut, peran anggota DPR di media sosial (jalur nonparlemen) bisa sangat efektif untuk membela kepentingan rakyat.
"Jadi kalau dari informasi di media sosial dan informasi yang didapat dari jejaring anggota DPR di lapangan ada kasus rakyat yang dizalimi atau mendapat ketidakadilan, maka anggota DPR bisa segera menyuarakannya di media sosial demi menyelamatkan rakyat dengan segera,” tuturnya.
“Barulah setelah first action dilakukan, rapat-rapat parlemen bisa dilakukan untuk memeperdalam kasus tersebut, dan bagaimana agar kasus serupa jangan terulang lagi,” lanjut Alvin.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu, pengaruh anggota DPR di media sosial jelas sangat berbeda dengan para influencers media sosial pada umumnya. Sebab, kata Alvin, anggota DPR punya pengaruh besar dan juga hak imunitas yang membuat mereka tidak mungkin mendapat laporan hukum terkait unggahan, misalnya dengan jerat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Undang-undang nomor 11 tahun 2008.
“Kalau influencers atau rakyat biasa ingin mengunggah kritik terkait dengan perilaku aparat misalnya, biasanya mereka akan berpikir panjang melihat banyaknya kritik masyarakat yang malah berujung proses hukum atau kriminalisasi bagi pengkritik. Nah, kalau anggota DPR kan pengaruhnya besar dan kebal dari laporan ITE seperti itu,” ujarnya.
Hak imunitas anggota DPR tertuang dalam UU No 17 tahun 2014 tentang MD3. Dalam aturan tersebut, anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
BACA JUGA:
"Jadi kalau hak imunitas DPR ini dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, dan bukan hanya untuk dirinya sendiri, maka hal ini akan mendapat apresiasi tinggi dari rakyat,” terang Alvin.
Ditambahkannya, peran anggota DPR di media sosial yang sering menyuarakan kepentingan rakyat juga akan mempersempit jurang aspirasi yang selama ini dipersepsikan oleh sebagian kalangan masyarakat. Dengan memanfaatkan media sosial, menurut Alvin, jarak antara anggota dewan dengan rakyat yang diwakilinya semakin lebih dekat.
"Jadi anggapan-anggapan anggota DPR berjarak atau tidak memperhatikan kepentingan rakyat, bisa dikikis dengan peran anggota DPR di media sosial yang prokepentingan rakyat,” ungkap lulusan master University of Leicester Inggris itu.
“Apalagi kalau kerja-kerja mereka di Senayan atau daerah pemilihannya menunjukkan konsistensi dengan postingannya di media sosial, DPR pasti akan merebut hati rakyat,” tambah Alvin.
Ada beberapa anggota DPR yang memiliki pengaruh cukup besar di media sosial. Salah satunya adalah Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni yang kerap sekali menyoroti berbagai persoalan hukum yang terjadi di tengah masyarakat.
Selain menjadikan akun media sosialnya untuk mempublikasikan kinerja kerjanya, Ahmad Sahroni kerap menampung informasi dari masyarakat terkait kasus yang perlu mendapat perhatian. Sahroni juga tidak segan me-mention akun medsos lembaga penegak hukum dan terus mengawal kasusnya hingga selesai.
Sahroni pun berani mengungkapkan kritikannya sebagai bentuk fungsi pengawasan anggota DPR. Rata-rata peristiwa yang ‘dikawal’ Sahroni kemudian menjadi perhatian besar, bahkan cepat ditanggapi pihak yang berkepentingan.
Misalnya saja saat Sahroni meminta agar pihak kepolisian menyetop kasus hukum Tiktoker Bima Yudho Saputro yang mengkritik Pemerintah Provinsi Lampung. Ia juga mengawal ketat kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora oleh anak eks pejabat Dirjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mario Dandy Satrio.
Terbaru, Sahroni menyoroti kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat di Polda Sumut, hingga sampai ke rekening gendut pejabat polisi itu. Ia pun ikut mengkritik aksi oknum TNI arogan di jalan dan turut meramaikan kasus penganiayaan yang menimpa dokter di Lampung Barat.
Sejumlah anggota DPR juga sudah memanfaatkan media sosial sebagai wadah pengaduan dari masyarakat, khususnya untuk konstituen mereka maupun kasus-kasus yang terkait dengan komisi kerja tempat mereka bernaung.
Sebut saja Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris yang mengawal kasus gagal ginjal akut pada anak dengan berkoordinasi langsung kepada orangtua korban. Lewat media sosial, ia juga mengawal kasus seorang pekerja rumah tangga (PRT) yang dianiaya majikannya.
Kemudian ada juga Anggota Komisi I DPR Hillary Brigitta Lasut yang berasal dari Dapil Sulawesi Utara I. Ia sering merespons laporan dari masyarakat yang disampaikan lewat media sosial dan mengawal kasusnya. Seperti kasus penipuan yang menimpa pekerja migran asal Minahasa di Filipina. Anggota DPR termuda itu bahkan ikut membantu kepulangan korban.
Anggota DPR lain yang turut memanfaatkan media sosial untuk bekerja adalah Rieke Diah Pitaloka. Lewat akun media sosialnya, Anggota Komisi VI DPR itu memantau kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa pekerja migran Indonesia (PMI) asal Karawang bernama Dede Asiah. Rieke juga turun langsung melakukan advokasi.
Alvin pun memuji anggota-anggota DPR yang memanfaatkan berbagai sarana untuk menunjang tanggung jawab kerjanya, termasuk media sosial. Apalagi terhadap anggota DPR yang terus mengawal aspirasi masyarakat hingga mendapatkan jalan keluar.
“Yang paling utama tidak sekadar memviralkan dan selesai di medsos tapi juga harus ditindaklanjuti hingga tercipta solusi,” sebut Alvin.
Di sisi lain, Penulis buku ‘Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa’ itu juga mengimbau agar anggota DPR tetap menyapa rakyat secara langsung. Alvin mengatakan, perpaduan antara anggota DPR turun ke lapangan dengan memanfaatkan media sosial akan sangat efektif mencapai tujuan kesejahteraan rakyat.
“Medsos dimanfaatkan sebagai medium. Namun, yang terlebih penting adalah turun bertemu rakyat. Bila nanti aktivitas pertemuan diabadikan dan diunggah ke medsos akan baik implikasinya,” tutup dia.