Duduk Perkara WNA Amerika <i>Overstay</i> di Bali yang Bikin Warganet Geram
Ilustrasi - Seseorang sedang menunggu di bandara (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Warga Amerika Serikat, Kristen Gray yang merupakan pemilik akun Twitter @kristentootie jadi sorotan karena dia mengajak orang asing pindah dan menetap di Bali. Tak hanya itu, dia juga membagikan tips untuk menghindari hukuman aturan protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia hingga mengakali izin tinggal.

Tak terima, warganet Indonesia pun bersatu dan mengecam Kristen Gray di media sosial. Bahkan, akibat sorotan ini tagar #Bali dan #bule sempat ramai diperbincangkan pada Senin, 18 Januari.

Ceritakan enaknya hidup di Bali

Sebelum disorot oleh warganet yang berasal dari Indonesia, lewat akun Twitternya itu, Gray bercerita dirinya telah tinggal di Pulau Dewata selama setahun terakhir. Dia datang ke Bali pada 2019 setelah kehilangan pekerjaannya di AS.

Bersama pasangannya, dia awalnya mencoba untuk tinggal selama enam bulan di sana. Selama tinggal di Bali, keduanya bekerja sebagai freelancer di bidang desain grafis.

Dia membagikan cerita mengenai biaya hidup di Bali terbilang murah. Untuk sewa rumah di sana, dia hanya perlu membayarkan 400 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp5,6 juta. 

Kata Gray, harga ini begitu murah dibandingkan saat dia tinggal di Los Angeles yang harus membayarkan 1.300 dolar Amerika Serikat atau setara Rp18,3 juta untuk menyewa apartemen.

Selain soal biaya hidup yang lebih murah, Gray juga membeberkan deretan keuntungan hidup di Bali. Mulai dari rasa aman, biaya hidup rendah, gaya hidup mewah, ramah dengan LGBT, dan ada komunitas kulit hitam.

Tapi, belakangan Gray mencuit memiliki agen penyedia layanan visa khusus dan mengaku punya trik agar bisa masuk Indonesia di tengah pandemi COVID-19 yang membuat Indonesia menutup pintu masuk bagi warga asing. Hal inilah yang membuat warganet dari Indonesia memberikan sorotan.

Melansir laman The Independent, cuitan Gray ini telah memancing amarah warganet di Twitter. Terlebih Gray yang seorang WNA, secara terang-terangan mengajak WNA lainnya untuk datang dan menetap di Bali dengan cara melanggar hukum.

Warganet juga mempertanyakan apakah Gray membayar visa atau pajak ke Pemerintah Indonesia. Tidak sedikit akun Twitter yang menautkan cuitan @kristentootie itu kepada akun @ditjenimigrasi dan pihak kepolisian.

"Laporan ke @ditjen_imigrasi tembus di rspond admin. Smg jika mmg perlu penertiban, akan ditindak sesuai. Bkn diskriminasi, tapi penegakan hukum," kicau akun Twitter @BetterWithBill.

Dicari pihak imigrasi karena overstay

Setelah bikin heboh di media sosial, akhirnya, pihak imigrasi di wilayah Bali melakukan pencarian terhadap Kristen Gray. Menurut Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kemenkumham Bali Eko Budianto, ada sejumlah tim yang diturunkan untuk mengusut permasalahan ini.

"Kami sudah menurunkan beberapa tim. Yang satu tim dari kantor wilayah kemudian juga dari kantor imigrasi Ngurah Rai," katanya kepada wartawan, Senin, 18 Januari.

Dia mengatakan, tim pertama bertugas mengecek sponsor visa milik Kristen yang ternyata berada di Bali. "Kami langsung turun ke alamat tersebut kemudian untuk (mencari, red) keberadaan atau tempat tinggal dari (yang, red) bersangkutan,” ungkap Eko.

Sementara tim kedua, sambung dia, bertugas untuk mengecek izin tinggal Gray di data perlintasan. Hanya saja, hingga saat ini belum ada informasi akurat bahkan warga asing tersebut diduga tak menggunakan nama aslinya.

"Sejauh ini belum ada informasi akurat bisa jadi kemungkinan bahwa nama yang bersangkutan bukan nama yang sebenarnya," tegasnya.

Kebijakan pemerintah yang kurang tertata

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan apa yang dilakukan Gray sejatinya hanya sebagian kecil dari permasalahan yang ada. Gray, kata Trubus  hanyalah seorang penunggang bebas yang mengambil keuntungan di tengah sengkarut penerapan kebijakan larangan masuk WNA.

"Kebijakan kurang tertata, sehingga banyak WNA yang masuk Indonesia," kata Trubus kepada VOI.

Trubus mencurigai KITAS jadi celah yang bisa diakali agar WNA bisa tetap masuk Indonesia. Ia menyebut contoh kasus tenaga kerja yang masuk ke wilayah-wilayah industri yang melibatkan investor asing dengan menggunakan KITAS. 

"Cara ngakalinnya pakai KITAS. Jadi pura-pura tidak boleh, dilarang, terus dianya punya KITAS. Ini berarti ada yang memperdagangkan KITAS dong?" Trubus mempertanyakan.

Dalam penerapan aturan pelarangan WNA masuk Indonesia, Trubus bilang langkah antisipasinya masih lemah. "Jangankan KITAS, KTP saja lemah kok. Kalau menyangkut hal seperti itu (prosedur perizinan) aparat birokrasi kita mudah sekali," katanya.

Lebih lanjut, pengamat ini juga menyebut Gray sebagai penunggang bebas atau orang yang bermain untuk mengambil keuntungan di tengah situasi semacam ini. Trubus bahkan menduga adanya persekongkolan yang melibatkan oknum birokrasi di Indonesia. 

"Enggak sendirian dia. Mesti ada orang Indonesia juga. Kalau enggak, tidak mungkin. Nanti mereka masuk birokrasinya bagaimana?" ungkapnya.

Meski begitu, Trubus mengatakan upaya pemerintah melarang WNA masuk di tengah pandemi ini sudah maksimal. Hanya saja, kebijakan ini memang sulit diterapkan karena terlalu banyak pintu-pintu masuk WNA ke Indonesia. 

WNA, kata dia, tak hanya bisa masuk lewat jalan udara, tapi juga menggunakan jalur darat dan laut. "Koordinasinya bagaimana. Itu yang jadi masalah. Masalahnya kalau Bandara Soekarno Hatta itu biasanya ketat. Tapi bandara lain bisa jadi kurang ketat," tegasnya.

Belum lagi pintu jalan tikus lainnya seperti Entikong, Natuna, termasuk juga di Medan. "Kalau ketat, kan enggak mungkin para penyelundup narkoba bisa masuk," katanya.

"Jadi kita hanya di atas kertas mengatakan sudah ditutup. Tapi kenyataannya para penyelundup ini memang pintar juga. Upaya yang dilakukan pemerintah juga sebenarnya sudah bagus, ya. Cuma karena keadaan juga sehingga penerapannya agak sulit dan menyebabkan kurang optimal," pungkasnya.