Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar membenarkan pihaknya melakukan serangan terhadap kelompok perlawanan sipil, menyebut jika ada korban sipil yang jatuh, itu karena mereka dipaksa untuk membantu teroris.

Sedikitnya 100 orang tewas, termasuk anak-anak, akibat serangan udara di daerah Sagaing, barat laut Myanmar pada Hari Selasa menurut laporan media, menjadikannya yang paling mematikan dalam serangkaian serangan udara militer baru-baru ini.

Juru bicara rezim militer Zaw Min Tun mengatakan kepada saluran siaran militer Myawaddy pada Selasa malam, serangan terhadap acara yang diadakan oleh Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), sebuah pemerintahan bayangan, untuk Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) bersenjata mereka, ditujukan untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.

"Saat upacara pembukaan itu, kami melakukan penyerangan. Anggota PDF tewas. Mereka yang menentang pemerintah negara, rakyat negara," kata Zaw Min Tun, melansir Reuters 12 April.

"Menurut informasi lapangan, kami mengenai tempat penyimpanan senjata mereka dan itu meledak dan orang-orang tewas karenanya," ungkapnya.

Mengenai tuduhan adanya korban jiwa di kalangan warga sipil, dia mengatakan, beberapa orang yang terpaksa mendukung mereka mungkin juga meninggal".

Zaw Min Tun mengatakan, foto-foto menunjukkan beberapa dari mereka yang tewas berseragam dan beberapa berpakaian sipil, menuduh PDF secara keliru mengklaim kematian warga sipil ketika pasukan mereka terbunuh.

Dia juga menuduh anggota PDF melakukan "kejahatan perang" dengan membunuh "biarawan, guru dan penduduk tak bersalah" di daerah yang tidak mendukung oposisi.

Terpisah, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk serangan udara di Sagaing, meminta mereka yang bertanggung jawab untuk dimintai pertanggungjawaban, kata juru bicaranya, menambahkan bahwa Guterres "menegaskan kembali seruannya kepada militer untuk mengakhiri kampanye kekerasan terhadap penduduk Myanmar di seluruh negeri".

Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mengutuk serangan itu dalam sebuah pesan, sebelum komentar junta dilaporkan secara luas, dengan mengatakan "tampaknya anak-anak sekolah yang sedang menari, serta warga sipil lainnya ... termasuk di antara para korban".

Diberitakan sebelumnya, mengutip penduduk di wilayah tersebut, BBC Burma, Radio Free Asia (RFA) Burma dan portal berita Irrawaddy melaporkan antara 80 dan 100 orang, termasuk warga sipil, tewas dalam serangan militer tersebut. Menurut anggota PDF, sekitar 100 jenazah, termasuk 16 anak, telah dikremasi.

"Jumlah pasti korban tewas masih belum jelas karena ... bagian tubuh berserakan di mana-mana," kata anggota PDF yang menolak disebutkan namanya itu.

Sedangkan Kyaw Zaw, juru bicara NUG, mengatakan diyakini hampir 100 orang tewas dalam serangan Hari Selasa, ketika jet angkatan udara menjatuhkan bom ke penduduk desa dan helikopter tempur kemudian menindaklanjuti, menyebutnya sebagai "serangan militer yang tidak masuk akal, biadab, dan brutal".

Diketahui, Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta tahun 2021, mengakhiri satu dekade reformasi tentatif yang mencakup pemerintahan sipil yang dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.

Beberapa penentang pemerintahan militer telah mengangkat senjata, di beberapa tempat bergabung dengan pemberontak etnis minoritas, dan militer telah menanggapi dengan serangan udara dan senjata berat, termasuk di wilayah sipil.

Namun, pejuang oposisi Myanmar yang bersenjata ringan tidak memiliki pertahanan yang efektif melawan angkatan udara militer.