Bagikan:

JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) mengatakan dugaan pelanggaran etik majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengadili kasus Kanjuruhan masih dalam tahap verifikasi.

"Sampai dengan sekarang memang pemantauan tersebut sudah dilakukan. Namun, sekarang masih tahap verifikasi," ujar Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito dalam konferensi pers dilansir ANTARA, Rabu, 12 April.

Joko mengatakan laporan dari masyarakat terkait dengan dugaan pelanggaran hakim yang mengadili kasus Kanjuruhan memang tidak ada. Akan tetapi, KY tetap memantau dugaan pelanggaran etik tersebut.

"Memang laporan dari masyarakat tidak ada. Akan tetapi, karena itu mendapat perhatian dari masyarakat, KY membuat langkah untuk melakukan pemantauan," ucap Joko.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (16/3), majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap mantan Danki 3 Brimob Polda Jatim Hasdarmawan selama 1,5 tahun penjara. Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang menuntut hukuman pidana 3 tahun penjara.

Sementara itu, dua polisi terdakwa lainnya, yaitu mantan Kepala Satuan Samapta AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kepala Bagian Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto bahkan divonis bebas.

Dalam sidang sebelumnya, terdakwa Abdul Haris yang merupakan Ketua Panpel Arema FC divonis 1,5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara. Sementara itu, terdakwa Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara yang juga lebih rendah daripada tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara.

Komnas HAM mendukung jaksa penuntut umum melakukan banding atas putusan PN Surabaya terhadap tiga terdakwa dari pihak kepolisian terkait dengan Tragedi Kanjuruhan.

Tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh lontaran gas air mata yang ditembakkan petugas ke tribun penonton Stadion Kanjuruhan saat pertandingan sepak bola Arema FC menjamu Persebaya Surabaya, 1 Oktober 2022. Setidaknya, ada 135 korban jiwa akibat peristiwa itu.