Bagikan:

JAKARTA – Otoritas  Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa sektor jasa keuangan terjaga dengan baik di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Demikian disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat, 15 Januari.

Menurut Wimboh, pandemi membawa guncangan hebat bagi perekonomian dan pasar keuangan global. Guna mengatasi dampak tersebut otoritas mengeluarkan berbagai kebijakan forward looking dan counter-cyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar, memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

“Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik,” ujarnya, Jumat 15 Januari.

Sebagai contoh, di industri pasar modal kebijakan pengendalian volatilitas disebut telah meningkatkan kepercayaan investor. Hal  tersebut tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 pada awal 2021 setelah sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.

“Penguatan IHSG tidak terlepas dari meningkatnya jumlah investor ritel di pasar modal yang mencapai 3,88 juta investor,” tuturnya.

Sementara penghimpunan dana melalui penawaran umum mencapai Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru yang merupakan angka tertinggi di ASEAN.

Lalu pada industri perbankan, perlambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi  minus 2,41 persen pada 2020.

Namun demikian, kredit bank BUMN masih tumbuh tipis 0,63 persen dan BPD tumbuh 5,22 persen, serta bank syariah tumbuh 9,50 persen.

Adapun di sektor UMKM, berbagai kebijakan stimulus berdampak pada stabilnya pertumbuhan kredit. Penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp66,7 triliun telah disalurkan sebesar Rp323,8 triliun atau memberikan leverage sebesar 4,8 kali.

Kemudian, kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang telah diperpanjang, hingga akhir Desember telah mencapai Rp971 triliun (18 persen dari total kredit) dari sekitar 7,6 juta debitur UKM dan korporasi.

Kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL gross pada level 3,06 persen (2019: 2,53 persen) atau net 0,98 persen (2019: 1,19 persen) dan didukung oleh permodalan yang cukup tinggi, yaitu CAR sebesar 23,78 persen (2019: 23,31 persen).

Sementara itu, kinerja intermediasi industri keuangan nonbank (IKNB) masih tertekan akibat pandemi COVID-19. Premi asuransi komersial terkontraksi sebesar minus 7,34 persen. Piutang Perusahaan Pembiayaan terkontraksi sebesar minus 17,1 persen, akibat belum pulihnya berbagai sektor perekonomian.

Meski demikian, profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen. Besaran itu jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.