BOGOR - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor berniat melanjutkan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Parung pada tahun 2024 setelah menyetop pendanaannya selama tahun 2023.
"Begini, RSUD parung saya kan sudah menyampaikan pembangunannya bertahap. Tapi kemarin saya dengan Plt Bupati Bogor dan Ketua DPRD, 2024 harus dianggarkan," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Burhanudin di Cibinong, Bogor, Selasa.
Menurutnya, bangunan yang sementara difungsikan sebagai klinik itu membutuhkan ruang rawat inap untuk memenuhi salah satu kriteria status rumah sakit.
"Sekarang ini kita belum ada rawat inapnya. Bukan masalah gedung besar atau kecilnya. Itu syarat pertama untuk rumah sakit," jelasnya.
Selain itu, kata Burhan, fasilitas kesehatan tersebut juga perlu dilengkapi dengan alat kedokteran, alat kesehatan, dan Sumber Daya Manusia (SDM) medis yang kompeten.
"Syarat ketiga untuk rumah sakit itu SDM-nya. Saya sekarang gembar-gembor. Mudah-mudahan ada dokter spesialis yang mau pindah ke Kabupaten Bogor. Masalahnya belum ada," ujar Burhan.
Ia berharap pada 2024 semua hal yang dibutuhkan untuk menunjang operasional RSUD di wilayah utara Kabupaten Bogor itu dapat terpenuhi.
"Saya juga maunya sarana itu di 2024 sudah bisa terpenuhi sehingga mudah-mudahan di awal 2025 kalau aldok (alat kedokteran)-nya sudah terpenuhi, SDM-nya sudah terpenuhi, bisa akreditasi," tuturnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor drg Mike Mike Kaltarina menerangkan alasan bangunan Rp93 miliar tersebut belum bisa difungsikan sebagai rumah sakit, karena belum memenuhi standar yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI nomor 14 tahun 2021.
Payung hukum yang mengatur standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kesehatan mensyaratkan bangunan rumah sakit harus memiliki sejumlah fasilitas berupa rawat inap, emergency room, ruang operasi, ruang penunjang layanan, dan tersedianya tempat tidur minimal 100 tempat tidur (klasifikasi tipe c).
Diketahui salah satu faktor belum dilanjutkannya pembangunan gadung untuk RSUD Parung ini karena proses pekerjaannya terindikasi korupsi.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor Agustian Sunaryo menjelaskan pihaknya menduga ada pelanggaran pada pembangunan RSUD Parung, sehingga berpotensi mengakibatkan kerugian negara Rp36 miliar.
"Jadi ada pengurangan spek atau volume dilakukan PT JSE sebagai penyedia jasa. Termasuk mark up harga yang tidak sesuai," ujarnya.
Pembangunan RSUD dengan anggaran Rp93 miliar itu seharusnya selesai pada 26 Desember 2021. Tapi pada pelaksanaannya PT JSE baru menyelesaikan pekerjaan pada 15 Juni 2022.
"Meleset sekitar enam bulan dari target yang ditentukan dalam kontrak pekerjaan," jelas Agustian.
Dalam pekerjaan tersebut PT JSE mendapatkan waktu tambahan atau adendum hingga empat kali. Pada proses adendum tersebut, Kejari Kabupaten Bogor mencatat beberapa kerugian negara yang diakibatkan buruknya material dan lambatnya pekerjaan oleh PT JSE.
"Perkiraan kerugian negara dari Rp93 miliar lebih, pertama akibat mark up harga itu sekitar Rp13,8 miliar. Lalu kekurangan volume sekitar Rp22 miliar. Total kerugian negara sekitar Rp36 miliar, belum termasuk denda yang harus dibayarkan oleh pelaksana," pungkasnya.