Bagikan:

JAKARTA – Saham jagoan terbaru putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep, yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (Bank Jatim) ternyata punya kinerja yang cukup menarik pada sepanjang tahun lalu.

"Valuasi murah, PE (price to earning) Ratio hanya 7.5x dengan ROE (return on equity) 13 persen," ungkapnya dalam cuitannya di Twitter seperti yang dikutip VOI, Jumat 15 Januari.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan pada Bursa Efek Indonesia (BEI), bank kebanggaan wong Jawa Timur itu diketahui melaporkan kinerja keuangan terakhir pada kuartal III 2020. Pada periode tersebut, Bank Jatim mampu meraup laba bersih sebesar Rp1,1 triliun. Capaian ini meningkat secara tahunan sekitar 3 persen.

Dari sisi penghimpunan likuiditas, dana pihak ketiga (DPK) disebutkan tumbuh 13,9 persen menjadi 69,7 triliun dengan dominasi dana murah yang terdiri dari tabungan, giro, dan deposito.

Adapun untuk fungsi intermediasi perbankan, emiten berkode saham BJTM tersebut mengklaim mampu menyalurkan dana tidak kurang dari Rp40 triliun. Hasil tersebut membuat kredit Bank Jatim tumbuh 7 persen dibandingkan dengan kuartal III 2019.

Kredit di sektor UMKM menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar Rp6,46 triliun diikuti dengan pertumbuhan kredit korporasi yang sebesar Rp10,01 triliun

Bukuan kredit yang cemerlang mengerek aset ke angka Rp82 triliun, melesat 13,8 persen dari posisi penutupan September periode sebelumnya.

Kemudian untuk  beberapa rasio dalam laporan keuangan, kinerja BJTM tergolong moncer. Seperti diantaranya return on equity (ROE) sebesar 18,63 persen, net interest margin (NIM) sebesar 5,7 persen, dan return on asset (ROA) 2,57 persen. Sedangkan Biaya Operasional dibanding Pendapatan Operasional (BOPO) masih tetap terjaga di angka 70,25 persen.

Meski secara umum Bank Jatim bisa dianggap berprestasi, namun lembaga jasa keuangan ini kesulitan untuk memelihara kualitas penyaluran dana. Indikasi ini terlihat dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) yang membengkak menjadi 4,49 persen (gross) dan 1,85 persen secara net.

Bukuan itu melebih ketentuan Otoritas Jasa Keamanan (OJK) yang menetapkan bahwa penyaluran kredit yang sehat harus dibarengi dengan angka NPL tidak melebihi 4 persen.

Tampaknya, dampak pelemahan ekonomi akibat pandemi COVID-19 turut mempengaruhi fungsi intermediasi Bank Jatim.