Ini Penampakan Tas hingga Uang Rafael Alun yang Diduga Berasal dari Gratifikasi 90 Ribu Dolar Amerika
KPK memamerkan barang bukti tas mewah kasus gratifikasi eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo (Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan temuannya saat menggeledah rumah milik eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo pada beberapa waktu lalu. Terdapat 30 tas mewah yang terdiri dari merek high-end di antaranya Hermes, Christian Dior, hingga Louis Vuitton.

"Saat penggeledahan ditemukan antara lain dompet, ikat pinggang, jam tangan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 3 April.

Dilihat VOI, tas tersebut dipamerkan KPK di sebuah meja panjang dengan berbagai ukuran dan warna. Salah satu yang dipamerkan adalah dua tote bag berukuran besar bermerk Christian Dior dengan berwarna berbeda.

Temuan barang bukti itu didapat komisi antirasuah saat menggeledah rumah Rafael Alun di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan beberapa waktu lalu sebelum dia ditahan.

Selain itu, KPK juga memamerkan uang sebesar Rp32,2 miliar dalam pecahan mata uang asing. Temuan ini didapat dari safe deposit box di sebuah bank.

"Pecahan mata uang dolar Amerika, mata uang dolar Singapura dan mata uang Euro," ungkap Firli.

Sebelumnya, KPK menahan Rafael Alun karena dia diduga menerima gratifikasi sebesar 90.000 dolar Amerika Serikat dari beberapa wajib pajak melalui perusahaannya, PT Artha Mega Ekadhana (AME). Penerimaan ini disebut terjadi sejak 2011 saat dia menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur 1.

Jumlah gratifikasi yang diterima Rafael masih bisa bertambah karena penyidik masih terus melakukan pendalaman. Mengingat, perusahaan itu sudah menangani banyak klien yang mengalami kesulitan pelaporan pembukuan perpajakan.

Atas perbuatannya, Rafael ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih selama 20 hari pertama. Dia disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.