Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Ahmad Sahroni mengatakan fraksinya mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) guna membongkar transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan. 

Pasalnya, meski telah selesai membahas soal transaksi janggal tersebut bersama Ketua Komite Nasional TPPU Mahfud MD dalam rapat kemarin, duduk perkara persoalan tersebut dinilai belum clear. 

"Walaupun masih belum menemui kesepakatan, tapi kami terutama dari (Fraksi) NasDem, mengusulkan untuk dibentuk Pansus terkait kasus ini," ujar Sahroni dalam keterangannya, Kamis, 30 Maret. 

Bendahara DPP Partai NasDem itu menilai, persoalan Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu ini membutuhkan penyelesaian yang cepat, sehingga perlu adanya pembentukan pansus.

"Kita ingin kasus ini bisa mengalami percepatan penyelesaian," kata Sahroni.

Perlunya pembentukan Pansus, sambung Sahroni, juga lantaran adanya perbedaan pernyataan antara Mahfud MD dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Di mana Mahfud menyebut data yang diungkap Sri Mulyani tak berdasarkan fakta. Sri Mulyani menyebut dugaan TPPU Rp3,3 T namun kata Mahfud, sebenarnya Rp35 T. 

Karena itu, Sahroni juga menilai penting untuk memanggil Mahfud dan Sri Mulyani di waktu yang bersamaan demi menjawab perbedaan tersebut.

"Karena disebutkan ada perbedaan kesepahaman antara data Komite TPPU dengan Menkeu, maka kami akan gelar rapat kembali dengan Komite TPPU. Namun kami ingin Bu Menkeu turut hadir. Agar kita bisa jawab semua kebingungan ini," jelas Sahroni.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Taufik Basari menyuarakan pembentukan pansus guna membahas transaksi janggal Rp349 Triliun di lingkungan Kemenkeu. Hal itu disampaikannya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Menko Polhukam Mahfud MD.

Pria yang akrab disapa Tobas ini mengungkapkan, ada perbedaan data yang disampaikan Mahfud dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait transaksi janggal Rp349 Triliun.

"Sangat mengejutkan karena saya kemarin ikuti betul paparan bu Srimul, ternyata totally different. Beda betul. Tadi saya cari sambungannya, soal Rp35 T, yang ada cangkang lepas jadi Rp3,3 T. Tapi untuk yang lain, misalnya seperti kata Bu Srimul, dari Rp349 T dari surat yang kedua, kan ada dua surat ya, yang pertama lampirannya 100 yang kedua 300 lampirannya," ungkap Tobas.

Menurut Sri Mulyani, lanjutnya, satu surat dikirimkan untuk APH lain, sedangkan 65 surat terkait transaksi korporasi yang jumlahnya Rp 253 triliun. 

"Kalau yang ke APH Rp74T, barulah Rp22 T itu terkait korporasi dan pegawai, di mana dipecah lagi Rp3,3 T yang berhubungan langsung dengan oknum. Karena itu lebih dulu disampaikan, tadinya saya mau kejar itu. Tapi dari keterangan Pak Mahfud, beda sekali," sambungnya.

Menurut Tobas, satu di antara dua data tersebut pasti salah. Karenanya, untuk mencari kebenaran data yang disampaikan, diperlukan Pansus untuk menelusurinya.

"Ini adalah hal yang besar untuk dibongkar, forumnya adalah pansus. sehingga kita bisa adu data. kita cek. Apa yang bisa kita lakukan tindak lanjutnya," katanya